Lo berminat join, Kawula Muda?
Baru-baru ini, muncul gagasan untuk melakukan Salat Tarawih di Metaverse. Namun, apakah hal tersebut dapat dihitung sama dengan Shalat Tarawih di dunia nyata?
Menanggapi gagasan tersebut, Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga (Unair), Prof. Rachmah, hal itu tidak terhitung sebagai Shalat Tarawih.
Menurutnya, Salat Tarawih pada hakikatnya harus melibatkan koneksi antara hati manusia dan Tuhan. Namun, Metaverse belum dapat mewujudkan koneksi tersebut karena manusia seolah diwakilkan sebagai Avatar.
“Artinya pelaksanaannya harus hadir secara fisik karena teknologi sifatnya sekuler. Sementara agama sifatnya individual. Apalagi tarawih berkaitan dengan hukum agama Islam," ungkapnya dikutip dari Kompas dan laman Unair pada Rabu (20/04/2022).
Selain itu, Rachmah turut mengingatkan agar manusia tidak menyamakan dunia Metaverse dengan dunia nyata. Hal itu dikarenakan Metaverse merupakan gabungan dari berbagai aspek. Sebut saja Virtual Reality (VR), Augmented Reality (AR), media sosial, hingga mata uang kripto.
“Jadi itu hanya dunia virtual bukan realitas yang objektif,” tegasnya.
Sementara itu, sebelumnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengumumkan adanya simulasi ibadah haji di Metaverse.
Namun, mereka kembali mengingatkan bahwa hal itu hanyalah simulasi bagi para calon haji agar lebih mengenal lokasi tempat ibadah. Adapun simulasi tersebut tidak terhitung sebagai ibadah haji.
Di samping itu, Rachmah dan MUI mengingatkan kembali agar menyadari bahwa teknologi hanyalah alat. Ibadah sejatinya harus dilakukan dengan mengutamakan koneksi antara diri sendiri dengan Tuhan yang dipercayai masing-masing.