Pro dan kontra nih, Kawula Muda
Tren thrift shopping atau belanja barang bekas memang populer di Indonesia. Sejak beberapa tahun lalu, thrift shopping sukses menjadi sebuah budaya populer di masyarakat Indonesia, khususnya anak muda.
Menurut para penikmat thrift shopping, membeli pakaian bekas, jika pintar memilihnya, akan mendapat baju-baju yang lebih bagus dibanding di retail. Selain harganya murah, lewat berbelanja barang bekas atau thrift shopping, para pembeli akan menemukan pakaian limited edition.
Pada awalnya, thrift shopping dikatakan harus menjadi sebuah budaya baru karena berdampak baik bagi lingkungan, terutama untuk melawan perkembangan fast fashion yang memiliki dampak mengkhawatirkan bagi lingkungan.
Untuk diketahui, fast fashion adalah salah satu penyumbang terjadinya pencemaran lingkungan, antara lain pencemaran air, penggunaan bahan kimia berbahaya, serta meningkatnya jumlah limbah tekstil.
Pasalnya, fast fashion adalah produksi pakaian secara cepat ke toko-toko untuk memanfaatkan tren, namun dapat menghasilkan limbah yang banyak.
Apalagi, sebagian besar material bahan di industri tekstil adalah bahan yang sulit untuk didaur ulang.
Melansir BBC, limbah kain tidak saja menumpuk di daratan, tapi juga mencemari lautan, Kawula Muda. Tiga tahun lalu, sebanyak 6,1 ton limbah kain ditemukan di Pantai Timur Ancol, Jakarta.
Jenis sampah tersebut mendominasi temuan sampah di kawasan tersebut atau 81,3 persen dari 7,53 ton sampah yang terkumpul. Bahkan, jauh melampaui temuan sampah plastik (keras dan lunak) yang hanya 0,5 ton.
Jumlah tersebut jelas mengkhawatirkan, kota Bandung bahkan memiliki sampah produk tekstil mencapai hampir 20.000 ton per tahun.
Untuk itu, thrift shop dikatakan dapat mengurangi dampak buruk fast fashion, Kawula Muda. Dengan membeli pakaian bekas, secara tidak langsung masyarakat akan mendaur ulang pakaian bekas dan mengurangi limbah tekstil.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan bahwa thrifting merupakan hal yang bagus untuk lingkungan, karena menerapkan prinsip recycle, Kawula Muda.
Namun, yang menjadi masalah adalah, ketika barang-barang yang dijual adalah pakaian bekas barang impor. Pasalnya, hal tersebut hanya akan menambah masalah baru.
Teten menegaskan jika usaha thrifting pakaian impor ilegal terus berlangsung, maka jumlah pengangguran bakal bertambah imbas kurangnya peminat produk dalam negeri. Lebih lanjut, hal ini bakal berdampak pada penurunan pertumbuhan industri pakaian dalam negeri.
Tidak hanya itu, Deputi Bidang Usaha Kecil Menengah Kementerian Koperasi UKM Hanung Harimba Rahman juga mengatakan jika pakaian bekas impor ilegal yang membanjiri Indonesia paling banyak dari negara kawasan Asia.
Hal ini jelas mengkhawatirkan. Jika thrifting diniatkan untuk mengurangi limbah tekstil, hal yang terjadi di lapangan malah sebaliknya. Kenyataannya, jika barang yang dijual adalah pakaian bekas impor, hal tersebut hanya akan menambah limbah tekstil baru, tanpa mengurangi limbah tekstil di dalam negeri yang juga sudah menumpuk.
Untuk itu, Teten menegaskan jika pihaknya tidak akan melarang thrift shop menjamur, jika produk yang dijual adalah produk dalam negeri.
"Saya Menkop UKM ingin melindungi produsen dalam negeri jangan sampai mati diserbu produk impor ilegal," tegas Teten.
Kawula Muda, tren thrifting yang menjamur di masyarakat ini dimulai dari banyaknya orang yang menunjukkan banyak manfaat thrifting, seperti menemukan pakaian yang unik, bisa mix and match berbagai gaya dengan harga yang murah, dan mendapatkan pakaian dengan kualitas yang bagus.
Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikatakan salah satu penikmat thrifting, Citra, “Pernah tuh sama mama bawa uang Rp 500.000, habis berdua, tapi dapatnya banyak, worth it lah. Yang paling mahal cuma Rp 50.000 Di Sukabumi juga ada (thrift shop), beli jeans waktu itu Rp 30.000, beli atasan kemeja Rp 20.000,” melansir BBC.
Citra juga mengungkapkan jika ia sering belanja baju bekas karena tergiur dengan harga murah dan model baju yang menarik dengan beragam model dan merk mahal, seperti Zara dan Bershka.
Salah satu pemilik thrift shop di Bandung juga mengaku, “Ini barang dari luar (impor). Kalau barang lokal jarang. Ini barang dari Korea dan Jepang,” ucap Firman Nurzaman, pemilik thrift shop yang baru buka setahun lalu.
Baju-baju bekas itu, didapat Firman dari agennya di Pasar Cimol Gedebage, tempat agen dan gudang pakaian bekas impor berkumpul.
Hingga kini, thrift shop tidak sebatas berada di pasar-pasar atau toko-toko keren di tengah kota, Kawula Muda. Namun juga merambah ke dunia online. Tidak sedikit beberapa thrift shop online sudah memiliki nama besar dan peminatnya tidak sedikit.
Melalui penelusuran Tim Prambors, beberapa toko thrift shop online tersebut bahkan membuat jadwal unggahan sebab banyak pembeli yang mengincar baju-baju tersebut. Tak jarang, para pembeli harus berebut untuk mendapatkan barang yang mereka inginkan.
Kini, keberadaan thrift shop terancam, terutama toko-toko yang menggunakan barang bekas impor secara ilegal. Pemerintah secara resmi telah menetapkan larangan impor pakaian bekas melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Hal ini tertera pada Pasal 2 ayat 3 yang tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.
Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) juga menyebut praktik thrift shop atau penjualan pakaian bekas dapat mematikan UMKM Indonesia, Kawula Muda.
Menurut Deputi Bidang UKM Hanung Harimba Rachman, thrifting berpotensi menurunkan minat terhadap produk UMKM. Hal itu terutama apabila barang thrifting tersebut merupakan produk luar negeri.
"Karena memang masyarakat kita masih price sensitive, dan juga ingin produk-produk dari luar negeri, walaupun bekas,” jelas Hanung.
Tidak hanya melanggar aturan pemerintah, thrift shop juga dilarang karena dianggap berpotensi membahayakan kesehatan.
Sebelumnya, Balai Pengujian Mutu Barang, Dirjen SPK, dan Kementerian Perdagangan pernah melakukan uji coba terhadap pakaian bekas impor. Sayangnya, mereka menemukan sejumlah bakteri seperti S. Aureus, E. Coli, Kapang, hingga jamur berbahaya lewat uji coba dengan metode bacteriological analytical manual (BAM).
Hal tersebut juga yang membuat pihak kementerian memusnahkan pakaian bekas impor dalam jumlah besar. Tidak tanggung-tanggung, tahun lalu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memusnahkan pakaian bekas impor senilai sekitar Rp 9 miliar.
"Ini (jumlahnya) 750 bal, kira-kira kalau (pakaian) bekas ini nilainya Rp 8,5 sampai Rp 9 miliar," kata Zulkifli.
Karena itu, kini, Kementerian Perdagangan telah memetakan lokasi yang menjadi tempat penimbunan pakaian bekas impor ilegal tersebut.
Kawula Muda, lo salah satu penikmat thrifting enggak, sih? Share pengalaman lo, dong!