Lo ikut tanda tangan juga gak, Kawula Muda?
Petisi menentang kebijakan Presiden Prabowo Subianto terkait kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen telah mengumpulkan lebih dari 178 ribu lebih tanda tangan, Kawula Muda.
Petisi berjudul "Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!" telah tersedia di change.org sejak 19 November 2024. Per Senin (23/12) pukul 17.56 WIB, sebanyak 178.428 orang telah menandatangani petisi ini, mendekati target 200 ribu tanda tangan.
Inisiator petisi berpendapat bahwa kenaikan PPN akan semakin membebani masyarakat di tengah daya beli yang melemah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024 menunjukkan sekitar 4,91 juta orang menganggur.
Dari total 144,64 juta pekerja, 57,94 persen atau 83,83 juta di antaranya bekerja di sektor informal.
Petisi ini menegaskan bahwa kebijakan tersebut dapat memperparah kondisi masyarakat dengan meningkatkan harga barang kebutuhan seperti sabun dan BBM.
Inisiator juga menyoroti bahwa upah minimum saat ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Berdasarkan data BPS 2022, biaya hidup layak di Jakarta mencapai Rp14 juta per bulan, sedangkan UMP Jakarta 2024 hanya Rp5,06 juta.
Pemerintah berencana menaikkan PPN mulai 1 Januari 2025, dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan kebijakan ini akan diterapkan secara selektif untuk barang dan jasa mewah.
Pada Kamis (19/12/2024), perwakilan massa aksi menyerahkan petisi ke Sekretariat Negara RI. Risyad Azhary dari akun X @barengwarga menegaskan bahwa mereka akan terus memantau langkah pemerintah.
Penolakan ini juga mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk politikus, partai, dan tokoh masyarakat, yang mendesak Presiden Prabowo untuk membatalkan kebijakan tersebut guna melindungi daya beli masyarakat.
Sementara itu, ratusan anak muda dari berbagai kelompok seperti perempuan, mahasiswa, K-Popers, Wibu, dan gamers melakukan aksi turun ke jalan menolak kenaikan PPN 12 persen.
Kenaikan PPN dikhawatirkan akan semakin menurunkan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, Bareng Warga mendesak pemerintah untuk membatalkan kebijakan dalam UU HPP.
Aksi penyerahan petisi sempat terhambat oleh kepolisian yang melarang demonstrasi di depan Kemensetneg.
Polisi hanya mengizinkan 4-5 perwakilan masuk untuk menyerahkan petisi, yang memicu perdebatan dengan peserta aksi.
Beberapa di antaranya memprotes kebijakan tersebut secara langsung di lokasi.