Kawula Muda, semoga traumanya bisa segera hilang, ya!
Kawula Muda, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari Gunawan, menceritakan bagaimana respons orang tua 12 korban santriwati yang mengalami kasus pencabulan oleh guru pesantrennya, HW (36).
Perasaan berkecamuk, marah, dan kecewa tercampur menjadi satu mendapati guru pesantren yang dipercayakan orang tua berani melakukan tindakan tak terpuji itu di Cibiru, Bandung, Jawa Barat.
Sebelas dari dua belas korban diketahui berasal dari Garut, Jawa Barat, dan masih memiliki hubungan saudara dan bertetangga.
"Rasanya bagi mereka mungkin dunia ini kiamat, ada seorang bapak yang disodorkan anak usia 4 bulan oleh anaknya, enggak, semuanya nangis," jelas Diah kepada KOMPAS.com.
Diah bercerita bahwa seluruh korban dibawa keluar dari lingkungan pesantren oleh penyidik Polda Jabar. Setelah itu, dilakukan pertemuan antara orang tua dengan anak-anaknya di kantor P2TP2A Bandung, sebelum akhirnya dibawa ke P2TP2A Garut.
Para orang tua terlihat sangat berat menerima kenyataan bahwa anaknya menjadi korban. Terlebih lagi, tak terbayangkan oleh mereka bagaimana masa depan anak-anaknya.
Sementara itu, terapi psikologi juga diberikan kepada anak-anak dan orang tua oleh P2TP2A. Pun P2TP2A menawarkan berbagai solusi untuk anak-anak dan orang tua terkait posisi anak yang dilahirkan itu.
Tak segan-segan, P2TP2A bersedia untuk menerima dan merawat anak tersebut, jika memang orang tua dan anak-anaknya tidak sanggup mengasuhnya.
Pasalnya, para orang tua korban tidak tergolong ke orang mampu. Mereka bekerja sebagai buruh harian lepas, pedagang kecil, dan petani.
"Alhamdulillah, yang rasanya mereka (awalnya) tidak terima, namanya juga bayi, cucu darah daging mereka, akhirnya mereka rawat, walau saya menawarkan kalau ada yang tidak sanggup, saya siap membantu," tambah Diah.