Kira-kira efektif enggak ya, Kawula Muda?
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud) Nadiem Makarim membuat sebuah transformasi baru untuk ranah pendidikan tinggi.
Disampaikan oleh Nadiem, sebuah ‘gebrakan’ yang dilakukan olehnya adalah mahasiswa program S1 dan D4 tidak akan diwajibkan untuk membuat skripsi sebagai syarat kelulusan.
"Kita mau melakukan penyederhanaan masif pada standar nasional pendidikan tinggi dan untuk melakukan itu standar itu nggak boleh kayak juknis, jadi harus menjadi framework," kata Nadiem seperti yang dikutip melalui Kumparan pada Kamis, (31/08/2023).
Menurut Nadiem, saat ini ada banyak cara untuk menunjukkan kompetensi lulusan para mahasiswa. Setiap ketua program studi diberi kemerdekaan untuk mengukur standar kelulusan mahasiswa di kampusnya masing-masing.
Seperti apa kebijakan baru tersebut?
Kebijakan baru ini dibuat berdasarkan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, Kawula Muda.
Melansir laman resmi Kemendikbud, aturan baru tersebut akan lebih dirinci dalam pasal 18 (9B) yang berbunyi, "Penerapan kurikulum berbasis proyek atau bentuk pembelajaran lainnya yang sejenis dan asesmen yang dapat menunjukkan ketercapaian kompetensi lulusan."
Selain itu, dalam pasal 19 (2) berbunyi, "Mahasiswa pada program magister/magister terapan wajib diberikan tugas akhir dalam bentuk tesis, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis.”
Di sisi lain, Nadiem mengungkapkan selain mahasiswa S1, tugas akhir mahasiswa magister S2 atau magister terapan juga tidak hanya dalam bentuk tesis atau disertasi, Kawula Muda.
Mahasiswa program magister atau magister terapan dan doctor atau doctor terapan atau S3 wajib diberikan tugas akhir, namun tidak wajib menerbitkan jurnal.
Seperti yang diketahui, mahasiswa di Indonesia harus membuat skripsi sebagai tugas akhir dan syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar sarjana. Faktanya, universitas dan kampus di luar negeri tidak menggunakan skripsi sebagai syarat kelulusan.
Mendikbud memberikan aturan terbarunya mengenai pengganti skripsi dan syarat kelulusan yang diketahui dapat dilakukan baik secara individu maupun berkelompok.
Berikut penyederhanaan standar kompetensi lulusan sebelum dan sesudah berdasarkan aturan baru yang berlaku:
Aturan sebelumnya:
1. Rumusan kompetensi sikap, pengetahuan umum, dan keterampilan umum dijabarkan terpisah dan secara rinci
2. Mahasiswa sarjana/sarjana terapan wajib membuat skripsi
3. Mahasiswa magister/magister terapan wajib menerbitkan makalah di jurnal ilmiah terakreditasi
4. Mahasiswa doktor/doktor terapan wajib menerbitkan makalah di jurnal internasional bereputasi
Aturan sesudah:
1. Kompetensi tidak lagi dijabarkan secara rinci
2. Perguruan tinggi dapat merumuskan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terintegrasi
3. Tugas akhir dapat berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk lainnya, tidak hanya skripsi/tesis/disertasi
4. Jika program studi sarjana/sarjana terapan sudah menerapkan kurikulum berbasis proyek atau bentuk lain yang sejenis, maka tugas akhir dapat dihapus/tidak lagi bersifat wajib
5. Mahasiswa program magister/magister terapan dan doktor/doktor terapan wajib diberikan tugas akhir, namun tidak wajib diterbitkan dalam jurnal
Meski disebut sebagai penyederhanaan yang akan memberikan manfaat bagi para pelajar, Nadiem menyebutkan kebijakan baru ini akan kembali kepada masing-masing kampus.
"Kalau perguruan tinggi itu merasa memang masih perlu skripsi atau yang lain itu adalah haknya mereka. Jadi jangan lupa reformasinya," kata Nadiem.
"Jadi jangan keburu senang dulu, tolong dikaji dulu. Itu masing-masing perguruan tinggi haknya," lanjutnya mengutip CNN.
Tidak hanya itu, kebijakan baru ini diketahui mengundang berbagai pro dan kontra, Kawula Muda.
Lebih lanjut, Nadiem mengungkapkan bahwa kebijakan ini tidak akan menurunkan kualitas pendidikan di Indonesia. Di samping itu, Mendikbud pun tetap menekankan penerapan aturan ini akan kembali ke perguruan tinggi masing-masing
"Jadi saya cuma mau menekankan bagi yang mengkritik ini merendahkan kualitas, itu tidak benar, itu harusnya perguruan tingginya," ujarnya.
Meski kebijakan baru ini sudah dimulai sejak 29 Agustus di mana Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 diresmikan, beberapa kampus dan universitas di Indonesia sudah tidak menggunakan skripsi sebagai satu-satunya syarat lulus loh, Kawula Muda.
Saat ini, mulai banyak universitas yang menerapkan lulus tanpa skripsi. Kebijakan ini dianggap baik karena dapat membuat mahasiswa lebih cepat lulus dan mengamalkan ilmu di masyarakat.
Beberapa universitas tersebut antara lain, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Universitas Negeri Malang (UM), dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Ketiga universitas di atas menerapkan syarat kelulusan tanpa skripsi, melainkan dengan menggunakan publikasi jurnal atau dengan mengganti mengikuti kegiatan yang mengharumkan nama universitas, seperti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).
Tidak hanya itu, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Sebelas Maret Solo (UNS), dan Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember juga pernah meluluskan mahasiswa yang sudah mempublikasikan jurnal dan berprestasi.
Tak hanya Perguruan Tinggi Negeri, beberapa kampus swasta seperti LSPR dan Trisakti juga membolehkan mahasiswanya memilih tugas akhir non-skripsi, Kawula Muda.
Kawula Muda, lo sendiri lebih memilih skripsi atau mengikuti peraturan baru ini?