Hai Kawula Muda, NKRI harga mati! Tidak sesuai dengan ideologi, harus dilarang di Indonesia.
Pada Rabu (30/12/2020), Front Pembela Islam (FPI) resmi dibubarkan dan dilarang aktivitasnya oleh Pemerintah Indonesia. Selain dianggap radikal, pemerintah menilai FPI juga mengancam kedaulatan negara karena berafiliasi dengan ISIS.
Ormas keagaaman yang berdiri sejak 1998 ini secara de jure sudah bubar sejak Juni 2019. Hal tersebut lantaran ormas pimpinan Rizieq Shihab ini tidak memperpanjang izin ormasnya. Pelarangan aktivitas FPI diumumkan langsung oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Selain FPI, pemerintah juga telah melarang aktivitas ormas lainnya dengan alasan yang beragam. Berikut ini adalah beberapa ormas yang telah dibubarkan dan dilarang tersebut.
Pada 19 Juli 2017, melalui Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM, pemerintah mengumumkan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan setelah CK Menkumham Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 keluar.
Menko Polhukam saat itu, Wiranto, menyebutkan ada tiga alasan pemerintah membubarkan organisasi yang memiliki pengikut 5 juta orang itu.
Disebutkan, HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Selain itu, HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.
Sejak didirikan pada 27 Juli 2008 di Solo oleh Abu Bakar Baasyir, Jamaah Ansharut Tauhit (JAT) telah menyatakan dukungannya terhadap negara Islam Irak dan Suriah, Islamic Staye of Iraq and Syria (ISIS).
JAT merupakan organisasi yang terpecah dari MMI dan terindikasikan sebagai organisasi teroris lantaran melatarbelakangi Bom Bali 2002.
Melalui unit khusus antiteror, Densus 88, polisi mulai bergerak pada 2010 dengan merazia markas JAT di Jakarta dan menangkap para pimpinan kelompok karena dituding membiayai pelatihan militer kelompok teroris di Aceh serta serangkaian aksi teror di Indonesia.
Pada 23 Februari 2014, Departemen Luar Negeri AS memasukkan JAT yang didirikan Abu Bakar Ba’asyir ke dalam daftar organisasi teroris asing (FTO).
Jauh sebelum JAT terbentuk, Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) dibentuk oleh Abu Bakar Ba’asyir dan menampakkan diri saat gempa Samudra Hindia 2004 terjadi.
Mereka mendirikan posko di pangkalan TNI AU Iskandar Muda di kota Banda Aceh untuk membantu evakuasi jenazah dan mendistribusikan bantuan dan memberikan bimbingan spiritual kepada korban.
Pada Desember 2007, anggota MMI Menyerang masjid Ahmadiyah di Indonesia. Serangan tersebut dilatarbelakangi oleh fatwa yang dikeluarkan sebulan sebelumnya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menentang bid’ah.
Pada 13 Juni 2017, Amerika Serikat kemudian menegaskan kelompok itu sebagai organisasi teroris asing.
Sejak didirikan pada 20 April 2014, Organisasi Aliansi Nasional Anti Syiah (Annas) terbentuk atas dasar kebencian kepada mazhab Syiah yang menurut mereka adalah aliran berbahaya.
Padahal Syiah merupakan mazhab yang diakui oleh Islam di dunia, salah satunya oleh Universitas Islam terkemuka, Al Azhar. Namun, ormas ini justru mengkafir-kafirkan mazhab Syiah sehingga timbul kebencian antarumat.
Keberadaan dan visi misi yang demikian bertentangan dengan UUD 45 yang menyebutkan bahwa hak beribadah warga negara dilindungi oleh negara.
Informasi pembubaran Annas bersumber dari TR Kapolri yang ditandatangai oleh Waka Kabintelkam Irjen Pol Suntana.
Selain keempat ormas tadi, di Indonesia juga sempat muncul pergerakan yang mencoba membubarkan kedaulatan NKRI. Beberapa di antaranya adalah Republik Maluku Selatan (RMS), Bintang Kejora, Negara Islam Indonesia (NII), dan Jamaah Islamiyah.