Yuk budayakan memakai kebaya, Kawula Muda!
Indonesia turut berpartisipasi pada Olimpiade Paris 2024, Kawula Muda.
Menariknya, pada edisi ini, seragam kontingen Indonesia yang dipakai dalam Parade Pembukaan Olimpiade 2024 di Paris menggunakan baju adat Jawa lengkap dengan blangkon dan kebaya.
Seragam yang dirancang oleh Didit Hadiprasetyo ini merupakan bentuk penghormatan terhadap warisan budaya Indonesia, yang terinspirasi dari sosok Raden Saleh, seorang pionir pelukis beraliran Romantisme asal Jawa.
Ngomongin soal Kebaya, seiring dengan perkembangan zaman, kebaya mengalami berbagai modifikasi yang membuatnya semakin menarik bagi generasi muda.
Inovasi dalam desain kebaya membantu menjaga relevansinya dalam mode modern, tanpa menghilangkan nilai-nilai tradisionalnya.
Untuk lebih memahami sejarah dan perkembangan kebaya di Indonesia, simak langsung di bawah, Kawula Muda!
Pada zaman dahulu, kebaya sering dipakai oleh wanita Melayu sebagai busana sehari-hari. Budayawan Prancis, Denys Lombard, mengatakan bahwa kebaya pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Portugis di abad ke-16.
Busana tradisional ini berasal dari bahasa Arab yakni 'abaya' yang berarti pakaian. Namun, masyarakat Jawa biasa menyebut kebaya dengan kebyak atau mbayak.
Kebaya memiliki makna khusus dan nilai-nilai kehidupan. Bentuknya yang sederhana dapat disebut sebagai wujud kesederhanaan masyarakat Indonesia.
Kebaya pertama kali muncul antara tahun 1300 hingga 1600 Masehi dalam bentuk tunik yang dipakai oleh perempuan Tionghoa selama Dinasti Ming.
Kemudian, pada tahun 1500 hingga 1600 Masehi, perempuan imigran Tionghoa mulai datang ke Nusantara, dan kebaya berkembang menjadi kebaya encim.
Pada masa itu, kebaya juga dikenal sebagai pakaian khusus untuk anggota keluarga keturunan raja di Pulau Jawa.
Memasuki abad ke-18, tradisi pembuatan kebaya yang awalnya dipraktikkan oleh perempuan Jawa priayi mulai menyebar ke kalangan perempuan Indo-Belanda.
Perempuan Indo-Belanda mulai memproduksi kebaya secara massal dan menjualnya kepada masyarakat umum.
Hal ini menandai pergeseran kebaya dari pakaian khusus elit ke busana yang lebih umum dan dapat diakses oleh berbagai kalangan.
Jenis pakaian ini kemudian juga dijadikan sebagai simbol untuk membedakan kelas sosial antara masyarakat Indonesia dan Belanda.
Keluarga keraton dan bangsawan biasanya mengenakan kebaya yang terbuat dari bahan mewah seperti sutera, beludru, atau brokat, yang mencerminkan status sosial mereka yang tinggi.
Sementara itu, perempuan Belanda lebih sering memilih kebaya yang terbuat dari bahan katun, yang lebih sederhana namun tetap elegan.
Seiring dengan perkembangan zaman, kebaya tidak lagi hanya menjadi simbol status sosial atau kelas tertentu. Kebaya telah menjadi busana yang bisa dipakai oleh semua orang, tanpa memandang latar belakang sosial.
Salah satu sosok yang mempengaruhi popularitas kebaya di era modern adalah Ibu Tien Soekarno, istri kedua Presiden pertama Indonesia, yang dikenal sebagai trendsetter dalam dunia kebaya.
Desainer-desainer masa kini telah berkreasi dengan kebaya, menggunakan berbagai bahan dasar dan menambahkan ornamen serta aksesori yang menarik. Ini memberikan kebaya tampilan yang lebih beragam dan sesuai dengan selera fashion modern.
Saat ini, kebaya telah meraih kembali statusnya sebagai busana kebanggaan dan simbol identitas pakaian perempuan Indonesia. Kebaya tidak hanya mencerminkan kekayaan budaya, tetapi juga menjadi pilihan fashion yang elegan dan penuh makna.
Jadi, jangan malu mengenakan kebaya ya, Kawula Muda!