Turut berduka cita untuk para korban.
Dunia sepak bola Indonesia tengah berduka dengan peristiwa yang terjadi di laga Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu, 1 Oktober 2022.
Banyaknya penonton yang hadir dalam pertunjukkan, harus kehilangan nyawa akibat kejadian naas tersebut.
Tragedi Kanjuruhan disebut oleh warga seharusnya tidak perlu terjadi jika para polisi bisa merelai penonton dan tidak memakan banyak jiwa. Di satu sisi, para suporter penonton bola pun sebaiknya tidak turun ke lapangan dan membuat kericuhan.
Para korban jatuh akibat terkena siraman gas air mata yang diberikan oleh aparat kepolisian. Banyak di antara mereka sulit untuk melarikan diri dengan pintu keluar stadion yang kecil.
Kawula Muda, kita simak yuk apa saja yang terjadi di tragedi Kanjuruhan.
Kerusuhan pada malam Sabtu itu terjadi setelah pertandingan antara Arema FC yang harus menerima kekalahan dengan skor 2-3 oleh Persebaya. Ini adalah kekalahan yang terjadi setelah 23 tahun selalu menang.
Tak menerima tim kesayangannya kalah, para penonton langsung turun ke tengah lapangan dan berusaha mencari para pemain serta ofisial untuk melampiaskan kekecewaannya.
Untuk merelai adanya keadaan, kepolisian kemudian mengeluarkan gas air mata ke penonton Aremania yang dinilai anarkis. Mereka juga menyerang kepolisian sampai adanya kerusakan pada sejumlah fasilitas stadion.
"Mereka pergi keluar di satu titik, di pintu keluar yaitu kalau enggak salah pintu 10, kemudian terjadi penumpukan. Di dalam proses penumpukan itu terjadi kekurangan oksigen yang ada di dalam stadion, mereka kemudian dilakukan evakuasi ke beberapa rumah sakit," jelas Kapolda Jatim Irjen Nico Adinta, melansir dari Detik.
Publik benar-benar menyayangkan tindakan kepolisian ke penonton dengan melayangkan gas air mata. Padahal, ketentuan dari Federation Internationale de Football Association (FIFA) pada Bab III dan pasal 19, tidak boleh digunakan untuk meredam massa di dalam pertandingan sepak bola.
Pihak aparat mengaku, penggunaan gas air mata demi membuat situasi kembali kondusif.
Sementara itu, para penonton melakukan penyerangan terhadap personil pengawalan dengan menggunakan batu, botol, dan kayu, sehingga kendaraan rombongan pemain Persebaya tertahan di jalur jalan keluar.
"Sudah dievakuasi ke tempat aman. Semakin lama semakin banyak, kalau tidak pakai gas air mata aparat kewalahan, akhirnya disemprotkan," terang Mahfud, dikutip dari CNBC Indonesia.
Nasi telah menjadi bubur, Mahfud mengatakan, tindakan aparat tersebut akan menjadi evaluasi ke depan.
Efek gas air mata diketahui menyebabkan iritasi pada saluran hidung, tenggorokan, hingga sesak napas.
Paparan gas air mata, jalan keluar yang tidak memadai, membuat penonton harus kehilangan nyawa mereka di saat menyelamatkan diri.
Berdasarkan laporan yang dilansir dari berbagai sumber, jumlah korban dalam tragedi ini sebanyak 437 orang. Adapun laporan dari Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan 131 korban di antaranya meninggal dunia.
"(data sampai) pagi ini, luka ringan-sedang 248 orang, luka berat 58 orang, dan meninggal 131 orang, tetapi angkanya bergerak (terus)," terang Siti Nadia Tarmizi mengutip Kompas (3/10/2022).
Melihat peristiwa yang sangat disayangkan ini membuat PT Liga Indonesia Baru (LIB) resmi menghentikan kompetisi Liga 1 sampai waktu yang tidak ditentukan.
"Untuk Sementara kompetisi Liga 1 2022/2023 kami hentikan hingga waktu yang tidak ditentukan," ujar Ketua Umum PSSI, Mochammad Iriawan dalam keterangan resmi di situs PSSI.
Selain itu, Arema FC juga mendapat hukuman berupa larangan memainkan laga kandang di sisa musim ini. Keputusan ini adalah bentuk respons pihak PSSI dari perintah Presiden Joko Widodo untuk menghentikan kompetisi Liga 1 dan melakukan evaluasi serta perbaikan di laga tersebut.
Kericuhan ini menjadi luka dalam bagi Indonesia. Tidak ada sepak bola yang seharga nyawa.