Siapa yang bisa membereskan masalah ini?
Kawula Muda, hampir setiap tahun proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dapat dikatakan selalu menuai berbagai polemik.
Hal ini dapat dilihat bagaimana pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), bersama dengan pemerintah daerah selalu mengubah aturan PPDB tiap tahun. Terutama jalur PPDB Zonasi.
Hal ini mengindikasikan jika setiap tahun, berbagai cara dilakukan oleh pemerintah untuk mencari jalan terbaik agar PPDB yang menjadi tahap awal masuk ke jenjang pendidikan sekolah yang lebih tinggi menemukan titik terang.
Sebut saja PPDB tahun ini yang ramai dengan beragam aksi protes akibat banyaknya kecurangan dan ketidakadilan yang dirasakan banyak masyarakat.
Meski siswa-siswi sekolah sudah memulai tahun ajaran baru 2023/2024, persoalan PPDB masih menyisakan banyak tanda tanya dan menjadi suatu rumpang di pendidikan Indonesia saat ini.
Tim Prambors berusaha merangkum sederet kasus dan juga peristiwa yang menyangkut PPDB Zonasi 2023 yang ramai dibicarakan sampai diminta untuk dihapus.
PPDB jalur zonasi adalah salah satu jalur pendaftaran yang ditujukan bagi calon peserta didik baru yang berdomisili sesuai wilayah yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Singkatnya, PPDB Zonasi dapat dikatakan sebagai seleksi calon murid berdasarkan zona terdekat tempat tinggal calon peserta dengan sekolah tujuan.
PPDB Zonasi sendiri mulai diterapkan beberapa tahun ke belakang ini, Kawula Muda. Mengingat sebelumnya, jalur masuk sekolah negeri di Indonesia tidak terlalu mengenal banyak jalur, hanya sebatas menggunakan NEM (nilai ujian nasional), test, atau dengan nilai rapor.
Tahun ini, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil diketahui mencoret 4.791 calon siswa di PPDB akibat kecurangan seperti dengan mengubah domisili di kartu keluarga, Kawula Muda.
Perubahan domisili tersebut dilakukan oleh ribuan calon siswa agar mereka bisa masuk sekolah pilihan meski tempat tinggal mereka tidak masuk zonasi.
Tidak hanya itu, kabar kecurangan PPDB zonasi pun terjadi di Tangerang, Banten. Beredar sebuah video yang menunjukkan seorang calon wali murid mengukur jalan menggunakan meteran secara manual karena ingin memastikan jarak rumah ke sekolah secara pasti.
"Adik saya masih masuk ke kuota zonasi. Di mana, SMAN 5 Kota Tangerang, menyediakan kuota 152 orang, dan adik saya masuk di sana," ungkap Ayip, kakak dari calon murid di SMAN 5 Tangerang melansir Kumparan.
Namun, di hari berikutnya, nama sang adik sudah tidak terdaftar dalam kuota sistem zonasi dan tergantikan oleh siswa lain yang jarak rumahnya 463 meter dari sekolah. Sedangkan rumah Ayip dan adiknya berjarak 412 meter.
Hingga saat ini, banyak masyarakat mengaku tidak mengerti dengan perhitungan jalur PPDB zonasi yang dikatakan memiliki ‘perhitungan sendiri’.
Tidak hanya itu, beberapa orang tua murid mengeluhkan jika beberapa siswa menyematkan alamat yang dianggap fiktif, sebab terletak di belakang sekolah, tidak berpenghuni, bahkan gerai makanan.
Hal ini pun menjadi sebuah ironi, mengingat jalur zonasi diciptakan untuk memberikan rasa keadilan dan hak pendidikan dengan mengutamakan warga yang tinggal dekat dengan sekolah tersebut.
Kawula Muda, kecurangan yang terjadi di PPDB bisa dikatakan bukan tanpa sebab. Faktanya, berbagai kecurangan yang dilakukan oleh pihak tidak bertanggung jawab dapat dikatakan sangat terstruktur, mereka bahkan mengubah dan memanipulasi Kartu Keluarga agar bisa diterima di sekolah yang diinginkan.
Melansir BBC, masalah PPDB sebenarnya tidak sesederhana aturan yang diterapkan jika melihat situasi di lapangan.
Faktanya, kebanyakan sekolah negeri dan juga swasta berada di pusat suatu wilayah dan dapat dikatakan tidak merata.
Sedangkan, pertumbuhan masyarakat semakin tinggi menuju area pinggiran.
Jika menggunakan sistem zonasi, otomatis anak-anak yang tinggal di daerah pinggiran kota tidak bisa mendaftar ke sekolah yang dituju.
Sebenarnya, jika pada pelaksanaannya baik, sistem zonasi bisa menjadi salah satu cara untuk mengurangi kemacetan dan juga pemerataan pendidikan.
Tetapi kenyataannya, semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin sedikit pula jumlah sekolahnya, Kawula Muda.
Tidak hanya itu, tidak ratanya pemerataan sekolah juga menjadikan adanya pemusatan tak tertulis yang menyebabkan banyak siswa ingin masuk ke sekolah negeri tertentu dan menyebabkan jalur zonasi menjadi bias.
Kawula Muda, kecurangan yang terjadi dalam proses PPDB Zonasi tidak hanya dirasakan secara mental bagi para siswa yang terdampak, lebih jauh kepada sistem pendidikan itu sendiri.
Calon peserta didik pun akan merasa usaha belajar mereka selama ini sia-sia dan tidak dihargai, akibat sebuah sistem yang banyak merugikan orang.
Melansir Kumparan, seorang siswa berprestasi di Bogor mengaku luar biasa marah dan kecewa, sebab ia tidak terpental dua kali di PPDB 2023, baik di jalur prestasi maupun zonasi.
“Percuma aku jadi orang pintar tapi enggak dihargai. Kalau sudah besar, aku mau jadi Menteri Pendidikan. Aku mau bantu orang-orang bikin aturan yang benar,” ujarnya.
Bahkan, SD Negeri Tumenggungan No. 28 yang terletak di pusat Kota Solo hanya menerima satu siswa lewat jalur offline.
Hal ini diakibatkan oleh sedikitnya umur peserta didik baru di wilayah tersebut sedikit, jarak sekolah ke perkampungan jauh dan sejumlah siswa mundur lebih awal sebelum memasuki tahun ajaran baru.
Bahkan, SD Negeri 1 Setono yang terletak di Ponorogo, Jawa Timur, nyaris tidak memiliki peserta didik baru. Mereka hanya memiliki satu orang siswa yang diberikan fasilitas seragam gratis dan uang tabungan dari pihak sekolah.
Tidak hanya itu, seperti yang sudah disebutkan di atas, ribuan calon murid di Jawa Barat bahkan dicoret dan akan diinvestigasi akan kecurangan mereka, Kawula Muda.
Melihat banyaknya celah kecurangan pada sistem PPDB Zonasi di Indonesia, Kemendikbud tampaknya harus mulai mencontoh negara-negara lain yang menggunakan sistem serupa.
Pasalnya, tidak hanya melihat situasi lapangan, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim seharusnya lebih peka dengan situasi yang terjadi di Tanah Air dengan membandingkan apa yang dilakukan negara lain, mengingat Nadiem lama mengenyam pendidikan di luar negeri.
PPDB Zonasi rupanya juga digunakan oleh Inggris. Meski sama-sama menggunakan jalur zonasi, penerapannya jauh sangat berbeda dengan di Indonesia.
Zonasi di Inggris menggunakan data terpusat yang memungkinkan tidak adanya pemalsuan dokumen.
Disebutkan oleh dosen ITENAS Bandung, Corry Caromawati melansir Kompas, PPDB Zonasi di Inggris dikatakan cukup mudah dan sederhana.
Orang tua hanya cukup mendaftar melalui website pemda setempat atau city council dengan menyertakan alamat rumah dan kode pos. Nantinya, akan muncul daftar sekolah yang boleh dipilih.
Saat mendaftar sekolah, orang tua boleh memilih sekolah yang dituju hingga 5 sekolah yang masih masuk zonasi. Bahkan, orang tua juga boleh menjelaskan alasan ingin diterima di sekolah tertentu.
"Nanti bisa disertakan alasan kenapa memilih sekolah di sana meski lebih jauh. Misal karena kakaknya berada di sekolah tersebut atau dekat dengan tempat orang tua bekerja. Tapi tetap sekolah yang didaftar berdasarkan zonasi," terang Corry kepada Kompas.
Meski begitu, selain sistem terpusat, kualitas pendidikan sekolah di Inggris juga dikatakan sudah merata. Hal ini yang menyebabkan tidak adanya keinginan untuk memilih sekolah di luar zonasi, Kawula Muda.
Tidak ada ketimpangan antar sekolah negeri, atau pun swasta, Kawula Muda.
Sistem yang sejak awal tidak transparan dan diilai masih harus banyaknya evaluasi ini membuat rakyar terpaksa mengalah kepada 'kesalahan' sistem yang tidak seharusnya terjadi.
Masyarakat juga bisa dibilang tidak tahu harus mengadu kepada siapa, sebab sekolah sebagai penyelenggara PPDB hanya ‘mengikuti’ sistem yang sudah ada.
Atas hal tersebut, banyak warga yang mengadu lewat sosial media dengan ‘menyerang’ beberapa akun media sosial Kemendikbud, termasuk akun pribadi Nadiem Makarim sambil mengeluhkan apa yang mereka rasakan dan meminta PPDB zonasi dihapus.
“Pak menteri tolong hapuskan sistem ppdb berdasarkan zonasi dan prestasi raport berdasarkan rangking...karna itu sangat merugikan...kecurangan makin bertambah....pindah kk...nyogok sekolah...tolong kembalikan sistem ppdb berdasarkan un pake nem...berdasarkan kecerdasan anak,” tulis salah seorang wali murid.
“Pa ..pantau kenapa sih pa PPDB ,kacau bangat nih d Jabar, apalagi di Bekasi pa,zonasi hanya org yg bisa membeli KK dengan jarak 400m ,ya kali 215org semua ada dilingkungan 100-500m ,anak saya yg 700m terhempas,” tambah yang lain.
“Yth, Bapak Mas Menteri Pendidikan.. Mohon DIKAJI ULANG DAN DIROMBAK HABIS PERIHAL ATURAN PPDB YANG SUDAH ADA INI karena bnyk sekali keluhan dan kerugian bagi anak2 kami yg ingin melanjutkan ke pendidikan yg lebih tinggi,” ujar yang lain.
Semoga secepatnya akan ada jawaban, mungkin kebijakan baru dari evaluasi PPDB yang disahkan dengan bijak dan adil tanpa kecurangan demi kemajuan pendidikan di Indonesia, ya kawula Muda.