?????
Revisi RUU Penyiaran belakangan yang tengah dibahas oleh DPR tengah jadi sorotan, Kawula Muda.
Pasalnya, Revisi UU Penyiaran dinilai mengekang kebebasan dan kreativitas kreator konten.
Misalnya, Pasal 34F Ayat 2 yang mengatur bahwa penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lainnya wajib melakukan verifikasi konten siaran ke KPI sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi Siaran (SIS).
Artinya, penyelenggara yang dalam hal ini kreator konten yang memiliki dan menjalankan akun media sosial, seperti Youtube atau TikTok, juga masuk dalam ranah Revisi UU Penyiaran ini.
Dikutip dari Tirto, Senin (20/5/2024), Muhamad Hechael selaku peneliti Remotivi, mengatakan jika mengacu pada UU Penyiaran yang lama, KPI tak tak memiliki kewenangan hingga verifikasi. KPI hanya berwenang memberi sanksi ketika sebuah tayangan yang disiarkan melanggar aturan.
"Kalau ini terjadi, ini jadi kayak super body. Dewan Pers, LSM, KPI disatuin. KPI yang baru dalam RUU Penyiaran ini kayak gabungan regulator itu. Kita melihat ini power-nya absolut banget. Ini bahaya banget," kata Hechael.
Sebelumnya, Dewan Pers juga sempat menyoroti RUU Penyiaran lantaran dianggap membatasi liputan-liputan jurnalistik.
"Nah ini bahaya ini adanya larangan mengenai liputan investigasi seperti dalam rancangan undang-undang ini itu akan menyebabkan ada campur tangan dari regulator pemerintah dalam hal ini. Kalau seandainya ada pembatasan peliputan-peliputan jurnalistik termasuk disini adalah larangan investigasi," ungkap Yadi seperti dikutip dari SINDOnews, Sabtu (11/5/2024).
"Dalam draft rancangan RUU penyiaran ini pasal 56 ayat 2 isinya melarang menayangkan eksklusif penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Apa dasarnya pelarangan ini, pelarangan ini justru akan memberangus pers," tambahnya.
Gimana Kawula Muda, lo setuju sama aturan ini?