Kawula Muda, semoga kasus penjualan sertifikat vaksin palsu enggak ada lagi, ya!
Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat (Jabar) menangkap empat orang tersangka penjual sertifikat vaksin Covid-19 palsu. Dua orang di antara tersangka ternyata merupakan mantan relawan vaksinasi. Oleh karena itu, para tersangka bisa mendapatkan akses ke sistem pembuatan sertifikat.
"Pembuatan sertifikat vaksin ilegal tanpa suntik vaksin itu dihargai Rp 100-200 ribu per sertifikat," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Erdi A Chaniago pada Selasa (14/09/2021).
Keempat tersangka ditangkap oleh Sub unit I dan V Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat berinisial JR, IF, MY, dan HH. Satu ditangkap di perbatasan Karawang dan Bekasi, sedangkan sisanya di Bandung.
Penangkapan ini berawal sejak beredarnya NIK Presiden Joko Widodo di media sosial. JR menjadi tersangka pertama yang ditangkap pada 26 Agustus 2021. Kemudian IF, MY, dan HH ditangkap pada 6 September 2021. Dua tersangka yang merupakan mantan relawan vaksinasi adalah JR dan IF.
Selama menjalankan aksinya, tersangka JR telah meraup keuntungan hingga Rp 1,8 juta. Sedangkan untuk IF, MY, dan HH telah meraup keuntungan hingga Rp 7,8 juta.
"Di daerah kota Bandung di mana kami mengamankan tiga orang, yang pertama adalah sebagai pembuat sertifikat vaksin palsu, yang dua orang bertindak memasarkan di media sosial," kata Dirreskrimsus Polda Jabar Kombes Pol Arif Rahman
Arif juga mengatakan bahwa JR dan IF telah melakukan apa yang disebut “ilegal authorization” atau penyalahgunaan wewenang.
“Karena tersangka ini dasarnya relawan saat vaksinasi sehingga memiliki akses. Beda kasus dengan ilegal akses kalau ini ilegal authority. Punya akses dan mencantumkan data palsu padahal belum divaksin,” katanya.
Adapun pelaku JR dijerat pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 9 ayat (1) huruf C Undang-undang Ri No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, ancamannya 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar. Pasal 115 Jo Pasal 65 ayat (2) Undang-undang RI no.7 Tahun 2014 tentang perdagangan ancamannya 12 tahun penjara dan denda Rp 12 miliar.
Sedangkan tiga pelaku IF, MY, dan HH dikenakan pasal 46 ayat (1) Jo Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 51 Jo Pasal 35 UU RI no.19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dan Pasal 55 ayat 1 ke-1, 56 KUHP dengan hukuman penjara 12 tahun pidana.