Pemerintah Teken PP Kesehatan: Bolehkan Korban Pemerkosaan untuk Melakukan Aborsi

Lo setuju gak, Kawula Muda?

Ilustrasi pemerintah bolehkan aborsi untuk korban kekerasan seksual dan pemerkosaan (Getty Images/Henadzi Pechan)
Wed, 31 Jul 2024

Pemerintah telah mengizinkan korban tindak pidana pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya untuk melakukan aborsi.

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. PP tersebut telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo dan diumumkan pada hari Jumat (26/7/2024).

Aturan yang memperbolehkan korban tindak pidana pemerkosaan untuk melakukan aborsi tercantum dalam Pasal 116.

"Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana, " bunyi Pasal 116. 

Selain itu, diatur juga bahwa aborsi bersyarat dapat dilakukan karena indikasi kedaruratan medis, sesuai dengan ketentuan dalam pasal 117.

Ilustrasi aborsi (iStock)

"Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 meliputi: a. kehamilan yang mengancam nyawa dan Kesehatan ibu; dan/atau b. kondisi Kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan," bunyi pasal 117.

Pasal 118 menetapkan bahwa korban tindak pidana perkosaan yang ingin melakukan aborsi harus memiliki surat keterangan dokter yang membuktikan usia kehamilan sesuai dengan waktu terjadinya tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lainnya.

Selanjutnya, hal tersebut harus didukung oleh keterangan penyidik tentang adanya dugaan perkosaan dan/atau bentuk kekerasan seksual lain yang mengakibatkan kehamilan.

Selanjutnya, Pasal 123 menetapkan bahwa tenaga medis harus memberikan pendampingan dan konseling secara wajib sebelum dan sesudah prosedur aborsi.

"Dalam pelayanan aborsi harus diberikan pendampingan dan konseling sebelum dan setelah aborsi, yang dilakukan oleh Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, dan atau tenaga lainnya," bunyi Pasal 123.

Pasal 124 juga mengatur bahwa korban tindak pidana perkosaan yang memilih untuk tidak melanjutkan aborsi harus mendapatkan pendampingan selama kehamilan, persalinan, dan masa setelah persalinan.

Berita Lainnya