Definisi big baby niy!
Studi terbaru menemukan bahwa otak para remaja menjadi tiga tahun lebih tua semenjak pandemi. Adapun penelitian tersebut dilakukan oleh para peneliti asal Stanford University, Amerika Serikat.
Penelitian tersebut pun membandingkan hasil scan MRI otak 81 anak muda berusia 13-17 tahun yang dicocokkan sebelum pandemi dan setelah pandemi. Dari jumlah tersebut, peneliti juga mencocokkan hasil terhadap 64 responden dari usia dan jenis kelamin mereka. Lalu hasilnya, ada perbedaan otak dan umur anak muda sekitar tiga tahun.
“Kami menemukan bahwa kaum muda setelah pandemi memiliki masalah kesehatan mental yang lebih parah, ketebalan kortikal yang berkurang, volume hippocampal dan amigdala yang lebih besar, dan usia otak yang lebih lanjut,” tulis hasil penelitian tersebut.
Para responden pada penelitian itu memang memiliki umur sebaya, tetapi tidak dengan usia otak mereka.
Ditemukan, setidaknya perbedaan usia otak tersebut mencapai tiga tahun, Kawula Muda! Hal itu pun terkait dengan tingkat stres selama pandemi akibat berbagai pengalaman seperti infeksi Covid-19, pergolakan situasi hidup, hingga ketegangan finansial.
Padahal, penelitian tersebut dilakukan kepada sampel yang memiliki status ekonomi relatif tinggi serta merupakan etnis mayoritas San Francisco Bay Area.
“Pandemi tampaknya telah mengubah kesehatan mental dan perkembangan saraf anak muda, setidaknya dalam jangka pendek, yang akan menghadirkan tantangan bagi para peneliti dalam menganalisis data longitudinal dari studi perkembangan normatif yang terganggu oleh pandemi,” lanjut penjelasan penelitian tersebut.
Salah satu peneliti yang juga seorang profesor psikologis Universitas Stanford mengatakan cukup terkejut dengan perbedaan usia otak para anak muda usai pandemi. “Perbedaan usia otak sekitar tiga tahun. Kami tidak mengira peningkatan (usia otak) sebesar itu," kata Ian Gotlib seperti dikutip dari The Guardian.
Hasil perbedaan usia otak para anak muda tersebut pun mendukung beberapa penelitian sebelumnya. Memang, sudah terdapat berbagai studi yang menunjukkan para remaja mengalami stres sebagai efek dari pandemi.
“Tidak hanya pada kesehatan mental, tetapi juga pada otak mereka,” lanjut Ian.
Sebagai kelanjutan penelitian tersebut dan mencari tahu hubungan perubahan otak dan kesehatan mental, maka studi serupa akan kembali dilakukan di masa depan.
“Kami akan mulai kembali men-scan seluruh partisipan pada usia 20, jadi kami akan memiliki pengetahuan lebih lanjut apakah perubahan tersebut akan bersifat permanen atau mulai menghilang seiring waktu.”