Hai Kawula Muda, jika tidak mendesak, lebih baik di rumah aja ya.
Masih tingginya kasus positif Covid-19 di Indonesia membuat pemerintah mengeluarkan syarat bagi pelaku perjalanan dengan transportasi umum, termasuk bagi pengguna transportasi kereta jarak jauh.
Sampai saat ini, rapid test antigen adalah yang menjadi syarat yang harus dipenuhi oleh para calon penumpang kereta tersebut.
Berita terbaru, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengumumkan, pemerintah akan menggunakan alat deteksi virus corona buatan Universitas Gadjah Mada (UGM), GeNose, di sejumlah stasiun kereta api di Indoensia mulai 5 Februari 2021.
Menhub Budi menilai, GeNose bisa digunakan sebagai salah satu alat deteksi Covid-19. Ia bahkan telah melakukan uji coba langsung bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan di Stasiun Pasar Senen Jakarta, Sabtu (23/1/2021).
Rencananya, GeNose akan ditebar ke seluruh simpul transportasi umum. Mulai dari stasiun, bandara, hingga pelabuhan dan terminal.
Menko Luhut menilai, GeNose merupakan inovasi yang baik untuk membantu pemerintah melakukan program 4T (tracking, tracing, testing, dan treatment). Selain itu, GeNose nyaman dan mudah digunakan.
Dengan GeNose, deteksi virus corona dilakukan dengan mengembuskan udara ke kantong yang sudah disiapkan.
“Alatnya hanya seharga 62 juta dan harga perorangnya hanya sekitar Rp 20.000. Jika pemakian lebih banyak, tentunya cost-nya akan semakin turun dan nantinya alat ini akan terus dikembankan sehingga mempunyai akurasi yang akan lebih tajam,” tutur Luhut.
“Alat GeNose menjadi solusi dari permasalahan alat screening dan diagnosis yang saat ini masih cukup mahal dan ketersediaannya terbatas,” jelas Luhut menambahkan.
Ke depan, Luhut ingin penggunaan GeNose bisa lebih luas, yaitu ke area publik seperti hotel, mal, hingga lingkungan masyarakat di RT/RW. Namun, Luhut mengingatkan agar penggunaan kantong plastic pada GeNose menggunakan bahan yang mudah didaur ulang agar lebih ramah lingkungan.
Saat ini Kemenhub masih menunggu persetujuan dari Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19. Setelahnya, Kemenhub akan menuangkan izin penggunaan GeNose secara resmi lewat Surat Edaran (SE).
Selain itu, Kemenhub juga perlu berkoordinasi lebih lanjut dengan Kementrian Kesehatan.
Setelah melalui serangkaian penelitian, GeNose disebut memiliki akurasi mencapai di atas 90 persen. GeNose juga sudah mengantongi izin edar dari Kemenkes.
Hanya saja, sejumlah pihak masih mempertanyakan akurasi tersebut, terutama bagi orang yang mengonsumsi makanan tertentu yang berbau khas seperti petai dan durian sebelum melakukan tes.
Staf Khusus Menristek/Kepala BRIN, Ekoputro Adiyajanto, juga mengakui, merokok atau makan yang menyengat akan mengurangi keefektifan pengetesan GeNose.
“Oleh karena itu SOP-nya adalah, sebelum melakukan skrinning dengan GeNose, setengah jam sebelumnya pasien atau pengguna tidak boleh merokok, minum minuman dengan rasa yang kuat seperti teh atau kopi, atau makan makanan yang menyengat seperti durian, petai, jengkol,” ujar Ekoputro.
Dengan kelemahan tadi, Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hemawan Saputra mengatakan, penggunaan GeNose sebagai skrining awal Covid-29 untuk pelaku perjalanan adalah tidak tepat karena tidak praktis dalam penggunaannya.
“Kalau (tes) GeNose itu syaratnya tidak boleh merokok, makan dan minum yang menyengat, ini bukan screening awal tapi untuk penelitian dalam kondisi tertentu,” kata Hermawan.
Meski demikian, Kemenristek menyebut, GeNose sudah di-review oleh Komite etik FK-KMK (Fakultas Kedokteran-Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan) UGM, tim independent uji klinis Dirjen Farmalkes Kemenkes, dan mendapat izin edar dari Kemenkes.