Menkominfo ingin sesuai dengan norma-norma
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berencana untuk melakukan sensor terhadap konten di Netflix serta layanan streaming film dan video lainnya guna penyesuaian norma-norma di Indonesia.
Dilansir dari Viva, upaya tersebut berawal dari pemerintah yang melakukan pembahasan terkait pihak yang berwenang dalam melakukan penyensoran terkait konten-konten over the top (OTT), apakah wewenang untuk Lembaga Penyiaran atau Kemkominfo.
Direktur Jenderal Kemkominfo, Usman Kansong di Jakarta pada Senin (14/08/2023) mengatakan, "Kita masih dalam gagasan untuk membuat aturan tata kelola. Karena OTT-kan menayangkan film, sedangkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) lebih secara umum, tidak termasuk berita dan film.”
Pemerintah juga dilaporkan bahwa menginginkan adanya sensor untuk pencegahan, bukan take down konten yang sudah rilis karena berpotensi disimpan oleh pengguna terlebih dulu.
“Kita ingin Netflix dan lainnya mencegah konten negatif tayang, bukan take down yang mana itu sudah keluar, berpotensi sudah disimpan. Tapi persoalannya Netflix adalah film, siapa yang berwenang melakukan sensor,” ucap Usman.
Diketahui, rencana penyensoran itu sebetulnya sudah ada sejak masa jabatan Rudiantara (mantan Menkominfo) namun, saat itu perusahaan OTT diketahui belum konsisten dan seluas sekarang.
Dilansir dari CNN Indonesia, terkait hal tersebut pun Kemkominfo berdiskusi dengan Lembaga Sensor Film (LSF) tentang bagaimana sebaiknya film yang ditayangkan Netflix dan OTT lainnya.
Maka dari itu, Budi Arie Setiadi selaku Menkominfo akan melakukan pengkajian secara serius terkait potensi memasukkan layanan streaming film seperti Netflix ke dalam unsur penyiaran layaknya seperti TV konvensional.
“Kita sedang mengkaji secara serius apakah nanti OTT (over the top, penyedia layanan video internet) dimasukkan dalam ranah penyiaran,” ujar Budi Arie Setiadi.
Hal tersebut bertujuan agar layanan streaming bisa kena sensor sebagaimana pada tayangan di free to air (FTA) dan sebagai bentuk dorongan perlakuan terhadap tayangan yang sejenis.
“Sehingga OTT ini masuk dalam ranah penyiaran karena secara audio visual dia juga harus mengikuti ketentuan UU yang berlaku di Indonesia, soal sensorship dan lain-lain. Jangan yang satu media diberlakukan UU Penyiaran dan lainnya, sementara platform lain, padahal produknya sejenis, tidak,” ungkap Budi Arie.
Di samping itu, pihak agensi humas dari Netflix juga belum bisa memberikan komentar terkait hal tersebut secara resmi.