Kawula Muda, menghadapi situasi yang tidak menyenangkan saat ini, sangat diperlukan pemikiran yang positif.
Guncangan yang diakibatkan oleh virus corona memang luar biasa. Kondisi ini mengganggu rutinitas, memaksa kita untuk keluar dari zona nyaman, dan menuntun kita untuk mengajukan pertanyaan besar tentang apa yang penting dan apa yang layak dilakukan, termasuk soal pekerjaan.
Diakui atau tidak, pandemi telah meningkatkan ketidakpastian dan membuat kita tidak siap, baik secara psikologis maupun finansial.
Situasinya terasa mengancam. Menurut psikolog, situasi yang mengancam mendorong kita untuk berperilaku konservatif, kebalikan dari apa yang diperlukan saat kita mempertimbangkan perubahan karier.
Jadi, bagaimana menyeimbangkan kebutuhan mendesak untuk memastikan kelangsungan hidup dasar keluarga maupun perusahaan kita, dengan apa yang mungkin menjadi dorongan untuk melakukan sesuatu yang baru saat krisis ini belum juga mereda?
Dikutip dari HarvardBussinessReview.com, Inilah beberapa asas sederhana yang bisa menjadi pegangan bagi kita untuk tetap fokus pada upaya menemukan kembali pekerjaan yang sempat porak-poranda karena masa sulit ini.
Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Maka membuka banyak pilihan akan lebih baik daripada hanya berpegang teguh pada satu pilihan.
Memang butuh waktu, karena untuk bisa menemukan potensi diri dengan benar, kita harus bereksperimen, menguji, dan mempelajari tentang berbagai kemungkinan diri.
Beberapa di antaranya konkret dan terinformasi dengan baik oleh pengalaman, tetapi yang lainnya tidak jelas dan kabur, bahkan beberapa yang lainnya hanya berupa fantasi murni.
Yang perlu kita lakukan adalah mencoba menyinkronkan setiap potensi yang kita miliki dengan kemungkinan apa saja yang memiliki prospek besar di masa depan. Rangkullah proses itu dan jelajahi sebanyak mungkin yang kita bisa.
Berdamai dengan keterbatasan.
Kita mungkin merasa lelah dengan time-out yang tampaknya tidak produktif setahun belakangan ini. Padahal sesungguhnya pada saat bersamaan "bisnis batin" kita sedang bekerja aktif.
Studi neurologis menunjukkan bahwa memanfaatkan waktu terbatas untuk melakukan "bisnis batin" berupa refleksi dan introspeksi itu sangat efektif dalam upaya perbaikan diri.
Waktu henti sangat penting tidak hanya untuk mengisi kembali simpanan perhatian dan motivasi di otak, tetapi juga untuk mempertahankan proses kognitif yang memungkinkan kita mengembangkan kemanusiaan kita sepenuhnya.
Begitulah cara kita mengonsolidasikan ingatan, mengintegrasikan apa yang telah kita pelajari, merencanakan masa depan, mempertahankan kompas moral kita, dan membangun kesadaran kita tentang diri kita sendiri.
Mulailah melakukan apa pun untuk menumbuhkan pengetahuan, keterampilan, sumber daya, dan memperluas jaringan sampai kita mendapatkan "kaki baru" yang kuat untuk berjalan dan menemukan pekerjaan baru.
Misalnya, sambil melakukan pekerjaan paruh waktu, sambil mengikuti kursus keahlian tertentu di akhir pekan, sambil tetap mengembangkan ide-ide di sela-sela waktu luang.
Mengerjakan beberapa kemungkinan sekaligus, membandingkan dan membedakan pro dan kontra dari masing-masing kegiatan adalah sangat penting.
Ini membantu kita mengatasi tidak hanya pertanyaan praktis tetapi juga pertanyaan eksistensial yang mendorong perubahan; Siapa saya? Saya ingin menjadi siapa? Di manakah saya dapat berkontribusi terbaik? Kita belajar dengan menguji fantasi dan kenyataan, dan tentu saja dengan melakukan.
Mungkin bagi sebagian orang kondisi karantina dan pembatasan sosial serta-merta turut membatasi kesempatan. Namun, jajak pendapat online yang meminta peserta untuk menggambarkan bagaimana mereka menanggapi krisis virus corona, hasilnya menunjukkan bahwa 50% dari 2000 orang responden merasa bahwa hal itu justru memberi mereka kesempatan untuk mencoba hal baru atau mempelajari keterampilan baru. Salah satu keterampilan baru ini terkait langsung dengan cara bekerja dari jarak jauh.
Kunci utama jaringan adalah kontak. Anggap saja semua nama yang tersimpan di memori ponsel kita adalah orang penting. Masalah dengan teman, keluarga, dan rekan kerja dekat (yang memiliki ikatan dan hubungan kuat dengan kita) adalah bahwa mereka mengetahui hal yang sama dengan yang kita ketahui.
Jadi mengapa tidak mencoba memanfaatkan "hubungan yang tidak aktif", yaitu hubungan dengan orang-orang yang pernah dekat dengan kita tetapi sekarang belum pernah berhubungan lagi selama kurang lebih tiga tahun atau bahkan lebih.
Dalam sebuah penelitian, lebih dari 200 eksekutif diminta untuk berhubungan kembali dengan orang-orang seperti itu dan menggunakan interaksi mereka untuk mendapatkan informasi atau nasihat yang dapat membantu mereka dalam proyek kerja yang penting.
Para eksekutif melaporkan bahwa nasihat yang mereka terima dari sumber yang tidak aktif ini rata-rata lebih berharga dan baru daripada apa yang mereka peroleh dari hubungan mereka yang lebih aktif.
Di tengah kebingungan yang bisa ditimbulkan oleh krisis, banyak dari kita akhirnya melakukan introspeksi. Tetapi, introspeksi jika tidak dibarengi dengan eksperimen aktif justru akan berbahaya.
Praktik yang paling baik dipelihara adalah dengan berbicara lantang dalam berbagai interaksi sosial dengan siapa pun yang merespons, bersimpati, berempati, dan mau berbagi pengalaman mereka.
Dengan rekan sesama peserta kursus misalnya. Hanya tindakan sederhana dengan menceritakan tentang apa yang ingin kita lakukan, atau mengapa kita menginginkan perubahan, dapat memperjelas pemikiran dan mendorong kita untuk maju.
Dalam situasi karantina dan pembatasan sosial saat ini, kita tetap bisa menemukan cara kreatif untuk berbicara dengan lantang. Misalnya dengan menjadwalkan bersepeda bersama sambil tetap menjaga batasan jarak sosial, atau dengan membuat grup Zoom yang bertemu secara teratur untuk berbagi rencana.
Pada akhirnya, usaha untuk menemukan dan membangun kembali pekerjaan di masa krisis ini sangat bergantung pada satu hal, yaitu waktu untuk memulainya adalah sekarang!