Duh, mencoreng nama baik Pegawai Negeri Sipil saja ya, Kawula Muda!
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memecat secara tidak terhormat seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang terbukti telah melakukan tindak korupsi.
Melansir dari Kompas.com, PNS yang telah menjadi maling uang rakyat itu adalah seorang staf Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Barat bernama Tri Prasetyo Utomo.
Kasus korupsi yang dilakukan oleh Tri terjadi ketika Tri ketika ia masih menjabat sebagai Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Berdasarkan fakta persidangan, Tri membuat seolah-olah uang Rp 370 juta itu disalurkan ke Yayasan anak yatim bernama Nurul Arasy.
Pelaku Tri meminta kepada KS (korban) untuk membuat kwitansi palsu. Sementara itu, dalam persidangan pimpinan Yayasan Nurul Arasy, Sinar Suryani Rath mengatakan bahwa Tri tidak pernah memberikan sumbangan sebesar Rp 370 juta kepada yayasannya. Menurut pimpinan yayasan, Tri hanya pernah memberikan uang sebesar Rp 1-2 juta kepada yayasan itu.
Pemecatan Tri ini terdapat dalam Keputusan Gubernur Nomor 989 Tahun 2021 dan sudah ditandatangani Anies pada Kamis (16/09/2021). Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta Maria Qibtiya mengatakan majelis hakim Tipikor Jakarta menvonis Tri Prasetyo Utomo bersalah sehingga mendapat hukuman penjara serta denda.
"Yang bersangkutan dijatuhi pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan, serta membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Maria Qibtiya pada Sabtu (18/9/2021).
Sebelumnya, Tri pernah menggugat untuk mencabut SK pemberhentiannya sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Namun, gugatan tersebut gugur lantaran tidak sesuai prosedur.
“Keberatan pemberhentian seharusnya diajukan banding administratif kepada Badan Pertimbangan ASN melalui Badan Pertimbangan Pegawai bukan ke PTUN. Gugatan digugurkan dalam proses dismissal sebelum masuk persidangan,” kata Kepala Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jakarta Yayan Yuhanah.
Dismissal adalah proses penelitian terhadap gugatan yang masuk di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh ketua pengadilan. Dalam proses ini, ketua pengadilan melalui rapat permusyawaratan memutuskan dengan dilengkapi pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan tidak diterima.