Lo tim setuju dilegalin atau kontra, Kawula Muda?
Pembicaraan persoalan ganja medis menjadi polemik tersendiri di Indonesia. Pelabelan ganja sebagai narkotika yang memiliki efek negatif seolah menyulitkan kemungkinan ganja medis dilegalkan di Indonesia.
Padahal, ganja medis dapat bermanfaat, terutama bagi penderita cerebral palsy maupun kanker.
Ganja medis pun mulai ramai dipersoalkan kembali setelah Pemerintah Thailand melegalkannya pada Juni 2022 lalu. Thailand pun menjadi negara pertama di Asia yang membebaskan para warga menanam ganja medis.
Hal tersebut seolah membakar semangat para pejuang ganja medis di Indonesia. Lewat aksi seorang ibu yang memohon pelegalan ganja medis pada Juni 2022 lalu, mulailah babak baru perjuangan pelegalan ganja medis di tanah air ini.
Pada Minggu (26/06/2022), seorang ibu membawa papan bertuliskan “Tolong anakku butuh ganja medis” pada acara Car Free Day (CFD) di Jakarta.
Kepada media, Santi mengaku telah berjuang memohon ganja medis kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sejak 2 tahun lalu. “Sejak November 2020 kalau enggak salah kami memasukkan gugatan. Sudah 8 kali sidang dan sampai sekarang belum ada kejelasan untuk ganja medis itu,” tutur Santi mengutip Kompas.
Buah hati Santi, Pika, memang mengidap Cerebral Palsy atau lumpuh otak. Hal tersebut menyebabkan kerusakan otak sehingga sang anak kerap mengalami kejang. Kejang tersebut berbahaya. Keadaan tersebut dapat semakin merusak otak penderita. Di sisi lain, hasil penelitian menemukan ganja medis ampuh dalam mengendalikan kejang tersebut.
Perjuangan Santi didukung dengan penelitian terdahulu membuat banyak warganet simpati. Mereka menyatakan turut mendukung perjuangan Santi dalam melegalkan ganja medis. Dengan catatan, pemerintah harus mampu membuat undang-undang yang tegas mengatur lingkup penggunaannya agar tidak disalahgunakan.
Perjuangan Santi dan para warganet sampai di meja hijau. Namun, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang penggunaan ganja medis tersebut.
“Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan Pemohon V dan Pemohon VI tidak dapat diterima. Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman, pada Ruang Sidang Pleno MK. Rabu (20/07/2022) lalu.
Lebih lanjut, MK menilai lembaganya tidak berwenang mengadili materi terkait ganja medis tersebut. Lembaga yang seharusnya melakukan kajian lebih lanjut yakni Dewan Perwakilan Rakyat alias DPR selaku pembuat kebijakan.
Kini, perjuangan tersebut memasuki ranah baru, yakni meja parlemen. Komisi III DPR RI mulai mempertimbangkan revisi UU Narkotika. Mereka mengatakan akan mencoba melihat ganja medis dari berbagai perspektif, mulai dari kesehatan, pengawasan, hingga hukum pemerintah.
"Nanti kami bahas setelah masuk reses 16 Agustus. Kami akan lihat revisi UU Narkotika itu terkait putusan MK nanti, mungkin enggak kami evaluasi atau tidak. Lihat nanti pada saat pembahasan RUU Narkotika," ujar Anggota Komisi III Trimedya Panjaitan di Kantor DPP PDIP Diponegoro, Jakarta pada Kamis, 21 Juli 2022.
Salah satu alasan MK menolak pengkajian tersebut yakni belum adanya hasil valid dari pengkajian maupun penelitian secara ilmiah.
“Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bagi MK untuk mendorong penggunaan jenis Narkotika Golongan I dengan sebelumnya dilakukan pengkajian dan penelitian secara ilmiah berkaitan dengan kemungkinan pemanfaatan jenis Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan dan/atau terapi," isi Putusan Nomor 106/PUU-XVIII/2020.
Mengutip laman resmi DPR, mereka pun menyatakan bahwa ruang kajian akan ganja medis sudah seharusnya dibuka lebar-lebar.
“Kajian penggunaan ganja medis ditegaskannya harus dibuka, dikaji, diteliti dan dilihat apakah memang ganja medis ini bisa digunakan untuk pengobatan,” tutur Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond J. Mahesa. Mereka pun menjanjikan hal ini akan menjadi salah satu agenda terdekat dewan tersebut.
Lewat laman resminya, Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan dengan tegas menolak legalisasi ganja.
“Saya menyatakan secara tegas, BNN menolak berbagai upaya legalisasi Ganja di Indonesia,” tegas Deputi Pencegahan BNN, Anjang Pramuka Putra dalam webinar Rabu (03/06/2022).
Ia juga menanggapi terkait pendapat bahwa legalisasi ganja akan berdampak baik secara ekonomi. Menurutnya, hal itu keliru. Justru ekonomi dapat berdampak pada peningkatan biaya medis akibat legalisasi ganja.
Lebih lanjut, ia juga mengkhawatirkan adanya kecelakaan maupun perawatan medis dalam rehabilitasi.
Ganja selama ini diakui sebagai salah satu barang ‘haram’ oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun, seiring dengan berkembangnya pemahaman akan ganja medis, Wakil Presiden Ma'ruf Amin pun angkat bicara.
Ia meminta MUI untuk kembali mempertimbangkan kembali pengeluaran fatwa baru mengenai penggunaan ganja untuk medis.
“Saya minta MUI nanti segera membuat fatwanya untuk dipedomi, agar jangan sampai berlebihan dan menimbulkan kemudaratan,” tuturnya pada Selasa (28/06/2022) mengutip Tempo.
Komisi V DPR Aceh memiliki pandangan tersendiri mengenai ganja medis. Mereka mengusulkan agar ganja medis dapat masuk ke dalam program legislasi daerah (Prolegda) tahun 2023. Hal itu diungkap oleh Ketua Komisi V DPR Aceh, M Rizal Falevi.
Ketua Komisi V DPR Aceh, M Rizal Falevi mengatakan, usulan itu sudah disampaikan kepada Badan Legislasi DPR Aceh, pihaknya juga sudah melakukan rapat terkait usulan tersebut.
"Kita sudah usulkan kepada Badan Legislasi DPR Aceh untuk menjadi skala prioritas dalam penentuan Prolegda 2023 nantinya. Di 2023 salah satu qanun yang menjadi prioritas khususnya adalah qanun legalitas ganja medis," kata Falevi kepada wartawan, dikutip dari CNNIndonesia Kamis (6/10/2022).
Terkait dengan sikap dari BNN, ia menyebut bahwa BNN harus menyikapi hal tersebut dari segala sisi positifnya.
"Persoalan tidak ada celah itu kan enggak boleh begitu pola pikirnya BNN. BNN itu jangan hanya memikirkan sisi negatifnya saja, tapi dari sisi positif juga harus dipikirkan," ujarnya.
Ia menyatakan bahwa ganja bukanlah hal asing dan tabu di Aceh. Lebih lanjut, ganja medis juga dinilai berguna untuk pengobatan para pasien. Walau begitu, mereka akan tetap berpedoman pada UU Narkotika yang sebelumnya dijanjikan akan segera dikaji ulang tersebut.
"Kita tetap berpedoman pada PMK Nomor 16 Tahun 2022, sambil menunggu revisi UU Narkotika yang lagi dipersiapkan oleh teman-teman DPR RI," tegasnya.