Hayo, siapa yang sering jatip nih!
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebut Jastip atau jasa titip merugikan negara. Hal itu dinyatakan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Askolani.
“Iya, merugikan,” tutur Askolani di gedung DPR RI pada Selasa (14/02/2023) mengutip Kumparan.
Praktik pembelian barang lewat usaha jasa titip (jastip) memang menarik perhatian masyarakat. Selain barang yang ditawarkan menjadi lebih murah, jastip juga dapat menjajakan barang yang belum masuk ke Indonesia.
Akan tetapi, Askolani menyebut harga yang murah tersebut disebabkan banyaknya impor secara ilegal. Banyak pelaku jastip yang memasukkan barang ke Indonesia tanpa membayar pajak seperti barang legal pada umumnya.
“Kalau tidak bayar bea masuk seolah-olah barangnya lebih murah. Kan tidak fair makanya itu harus kita jaga,” lanjut Askolani.
Hal ini dapat terjadi lewat berbagai ‘modus’ yang banyak digunakan para jastip. Sebagai informasi, terdapat dua jenis barang yang dapat dibawa masuk dari luar negeri, yakni keperluan pribadi dan bukan keperluan pribadi.
Keduanya pun memiliki berat maksimal yang dapat dibawa oleh setiap penumpang. Selain itu, barang yang bukan keperluan pribadi akan dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebanyak 10%. Begitu juga dengan pembatasan oleh-oleh dari luar negeri juga diatur dengan maksimal biaya pembelian 500 dolar AS atau Rp 7 juta.
Hal itu pun dianggap sebagai ‘celah’. Beberapa modus yang kerap digunakan oleh para jastip adalah memecah barang-barang ke beberapa penumpang lain untuk mencegah melambungnya pajak, Kawula Muda!
Di sisi lain, agar tidak terhitung sebagai oleh-oleh, pelaku jastip juga dapat memisahkan barang dengan kotak kemasan. Hal ini juga dapat membuat barang tersebut tidak terkena pajak.
Selain itu, ada pula pelaku usaha jastip yang menggunakan jasa kirim dengan de minimis value (nilai pembebasan). Hal itu dapat dilakukan apabila mengirimkan barang dalam jumlah ekstrem di hari yang sama.
"Kadang-kadang di kantor pos kami temukan, di bandara kami temukan, di pelabuhan juga dimungkinkan. Kita termasuk tadi barang kiriman itu, barang penumpang menjadi concern kita untuk kita jagain," tutur Askolani.
Hingga kini, terdapat beberapa penindakan atas jastip ilegal yang dilakukan pemerintah. Direktorat Bea dan Cukai Kemenkeu menyebut sepanjang 2022, setidaknya ada 39.207 kasus jastip ilegal yang ditindak dengan perkiraan nilai BHP mencapai Rp 22.043 miliar.
Dari jumlah tersebut, barang yang paling dominan adalah hasil tembakau (21.193 penindakan), Minuman Mengandung Etil Alkohol (3.249 penindakan), besi baja dan produk (989 penindakan), Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor (935 penindakan), serta Tekstil dan Produk Tekstil (782 penindakan).
Adapun cara mengetahui modus jastip tersebut adalah dengan menerapkan program Anti Splitting lewat PMK-122/PMK.04/28.
Program ini pun dapat mengenali secara otomatis nama penerima barang yang mencoba memanfaatkan celah pembebasan bea masuk dan pajak impor barang.