Karena hal ini, Jokowi dianggap tidak tegas oleh Demokrat.
"Satu kalimat saja dari saya. Kurang tegas pernyataan Presiden menolak perpanjangan atau penundaan pemilu ini. Beda dengan tiga periode kemarin yang sampai bawa-bawa 'menampar muka saya ini' dan lain-lain." ujar Jansen melalui CNN Indonesia.
Menurut Hendri Satrio selaku pakar komunikasi dari Universitas Paramadina, Jokowi memberikan sebuah pernyataan yang sebenarnya bersayap.
"Kalau kemudian dikatakan taat konstitusi, nanti kalau konstitusi berubah Jokowi ikut saja. Ini kan jadi pinjam tangan legislatif," ucap Hendri.
Sebelum munculnya usulan penundaan Pemilu 2024, sempat muncul isu penambahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode pada 2019. Jokowi langsung menolak hal tersebut dalam rencana amandemen Undang-Undang Dasar 1945 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Jokowi menyatakan usulan tersebut bertujuan untuk berniat buruk kepada dirinya.
Lalu, pada 11 Januari 2022, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mendadak mengabarkan usulan penundaan Pemilu 2024 yang tidak pernah diberikan suatu pernyataan penolakan dari Jokowi hingga 5 Maret lalu.
Melalui Kompas, Jokowi menyatakan usulan tersebut sah saja bagi Indonesia dan ia mengklaim akan tetap patuh serta tunduk kepada konstitusi. Pernyataan ini terdengar kurang tegas, tidak seperti apa yang ia lontarkan pada 2019 lalu.
"Satu, ingin menampar muka saya, ingin cari muka padahal saya sudah punya muka, atau ingin menjerumuskan saya," katanya kepada awak media terkait dengan penambahan masa jabat, Senin, 2 Desember 2019.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan pemerintah tidak akan menindaklanjuti usulan penundaan Pemilu 2024. Mahfud percaya hal seperti itu baiknya dibicarakan oleh partai politik dan kelompok masyarakat, yang akhirnya akan diputuskan oleh DPR/DPD/MPR.