Tuai pro dan kontra nih!
Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, membuat aturan mengenai larangan pria dan wanita yang bukan muhrim atau non-muhrim berduaan hingga kegiatan usaha seperti warung kopi yang diminta untuk menutup kegiatannya sebelum pukul 00.00 WIB.
Dilansir dari Kompas, Achmad Marzuki telah menerbitkan aturan dalam Surat Edaran (SE) Nomor 451/11286 per 4 Agustus 2023, tentang Penguatan dan Peningkatan Pelaksanaan Syariat Islam Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Masyarakat secara umum di Aceh.
Dilansir dari CNN Indonesia, Surat Edaran (SE) Nomor 451/11286 itu pun memberikan beberapa poin larangan seperti dilarangnya pria dan wanita yang non-muhrim untuk berduaan terlebih di atas kendaraan atau tempat umum.
Surat Edaran (SE) Nomor 451/11286 terkait poin ke-6 tertulis, “Tidak berdua-duaan (khalwat) antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim baik di tempat umum, sepi maupun di atas kendaraan.”
Begitu juga dengan toko yang diharuskan tutup sebelum jam 00.00, sebagaimana yang diungkapkan oleh Juru bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA.
“Imbauan gubernur kepada warung kopi, kafe, dan sejenisnya, agar tidak membuka kegiatan usaha lewat pukul 00:00 WIB. Tidak berdua-duaan di tempat sepi dan di atas kendaraan.”
Diketahui, Muhammad MTA memberikan keterangan terkait SE tersebut merupakan bagian dari pengupayaan dalam persiapan generasi emas di 2024.
“Aceh harus berbeda. Menyongsong 2045, generasi Aceh bukan semata matang dalam persiapan menghadapi persaingan global, tetapi memiliki bekal agama yang kuat, agar tidak mudah dipengaruhi budaya negatif yang merusak tatanan adat budaya yang Islami di Aceh,” keterangan Muhammad MTA.
“Pengajian itu sendiri adalah upaya membentuk generasi Qur'ani yang memegang teguh nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat Aceh. Selain itu tentu saja untuk mewujudkan masyarakat Aceh yang makin kental dengan muatan agamis, sebagai upaya terbentuknya generasi yang cinta dengan syariat Islam,” lanjutnya.
Pihak Polisi Syariat akan dikerahkan untuk melakukan patroli rutin dalam rangka penegakan keputusan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh hingga kebijakan Gubernur Aceh lainnya demi pemaksimalan SE tersebut.
Meski begitu, dilansir dari Kompas, terbitnya SE Nomor 451/11286 itu, menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Raihal Fajri selaku Direktur Katahati Institute, Lembaga pemerhati sosial dan politik mengatakan bahwa SE itu belum memahami konteks Aceh.
Selain itu, menurut Raihal terkait terbitnya SE itu dianggap akan mematikan perputaran ekonomi di Aceh, “Begitu membaca SE saya langsung teringat Aceh saat Darurat Militer, jam malam berlaku dengan batasan jadwal buka warkop, pemberitaan media disensor dan pembatasan ruang gerak perempuan.”
Bahkan, Nasrul Zaman selaku pengamat kebijakan publik asal Aceh telah menilai SE itu telah membatasi jam operasional pelaku usaha hingga larangan bukan muhrim berduaan di tempat umum tidak terlalu dibutuhkan dalam situasi saat ini. Menurutnya, tidak ada tindakan kriminal yang mengharuskan Aceh menerapkan aturan tersebut.
“Selama ini warkop meski buka 24 jam di Aceh tidak ada kejadian kriminal dan kejahatan lain yang berisiko bagi pemilik usaha juga bagi pelanggan. Justru ini kebijakan yang aneh,” ungkap Nasrul.
Gubernur Aceh diminta untuk memberikan rasa aman kepada pelaku usaha agar aktivitas ekonomi di Aceh bisa berjalan, bukan sebaliknya yang membatasi warga dalam mencari nafkah.
“Surat Edaran ini akan menyiratkan kalau Aceh tidak aman bagi pelaku usaha dan ini hanya menghancurkan UMKM Aceh saja,” pungkas Nasrul.