Dalam Undang-Undang, satu-satunya mata uang yang sah di Indonesia cuma Rupiah, ya Kawula Muda!
Majelis Ulama Indonesia (MUI) terbitkan fatwa yang haramkan mata uang kripto atau cryptocurrency. Hal itu rupanya menimbulkan keraguan bagi para ‘pemain’ baru di dunia kripto.
"Yang terdampak lebih ke pemain baru atau pemula menjadi ragu-ragu untuk berinvestasi di aset kripto," ujar Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira pada Sabtu (13/11/2021) dikutip dari Tempo.co. Karena itulah, tren perdagangan kripto tidak berkurang secara signifikan.
Sebelumnya, fatwa tersebut disahkan dalam Forum Ijtima Ulama yang digelar di Hotel Sultan, Kamis (11/11/2021). Terdapat beberapa alasan MUI menerbitkan fatwa yang mengharamkan mata uang kripto tersebut. Pertama, terkait dengan tiga diktum hukum yang berlaku.
“Dari musyawarah yang sudah ditetapkan ada tiga diktum hukum, yang pertama penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram karena gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2019 dan Peraturan BI Nomor 17 Tahun 2015," kata Ketua MUI Asrorun Niam Soleh dalam forum Ijtima Ulama dikutip dari CNNIndonesia.com.
MUI juga menyatakan kripto tidak sah untuk diperjualbelikan karena tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i. Syarat yang dimaksud mengharuskan mata uang untuk memiliki wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, memiliki hak milik, serta dapat diserahkan ke pembeli.
Sementara itu, di Indonesia, mata uang kripto juga masih dilarang sebagai alat bayar. Namun, kripto dianggap sebagai komoditas bursa berjangka, sehingga dapat digunakan sebagai alat investasi yang dapat diperjualbelikan oleh pelaku pasar.
Hal itu pun ditegaskan oleh aturan UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam aturan Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat 1 serta Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, tertulis Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga kripto tidak menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia.