Kadaluarsa dari 2021 ternyata :)
Penyelidikan Tragedi Kanjuruhan terus bergulir hingga saat ini. Presiden Joko Widodo turut secara langsung terbang ke Malang untuk mengikuti proses penyelidikan secara langsung.
Selain itu, Jokowi juga menjenguk para korban luka-luka yang dirawat di rumah sakit. Salah satunya Helen Prisella (21), penonton yang mengalami trauma kepala, pendarahan dalam, dan sepsis. Helen baru saja dinyatakan meninggal dunia sehingga korban meninggal dari tragedi tersebut mencapai 132 jiwa.
Berdasarkan data Kementerian PPPA, dari total jumlah korban, 33 di antaranya merupakan anak-anak berusia 4-17 tahun. Kini, muncul berbagai fakta baru yang menjelaskan lebih lanjut penyebab tragedi mematikan tersebut. Berikut beberapa di antaranya!
Terkait temuan gas air mata kedaluwarsa di Kanjuruhan, polisi membenarkan hal tersebut. Gas air mata yang digunakan polisi di Kanjuruhan disebut telah kedaluwarsa pada tahun 2021.
"Ada beberapa yang ditemukan (kedaluwarsa), ya. Yang tahun 2021 ada beberapa," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Senin (10/10/2022).
Namun, Polri mengklaim bahwa penggunaan gas air mata tersebut tidak berbahaya. “Jadi kalau sudah expired justru kadarnya dia berkurang zat kimia, kemudian kemampuannya juga akan menurun,” tutur Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo pada konferensi pers Senin (10/10/2022) mengutip Tempo.
Lebih lanjut, Dedi juga menyertakan penjelasan para ahli dan dokter spesialis yang menangani para korban. Mereka menyatakan bahwa tidak ada korban yang meninggal akibat gas air mata.
"Tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen. Karena apa? Terjadi berdesak-desakan, terinjak-injak, bertumpuk-tumpukkan mengakibatkan kekurangan oksigen di pada pintu 13, pintu 11, pintu 14, dan pintu 3. Ini yang jadi korbannya cukup banyak," ujarnya.
Pernyataan para ahli tersebut berbeda dengan hasil studi yang dilakukan oleh Amnesty International. Dalam studinya, mereka menyebut ada kemungkinan penggunaan gas air mata menyebabkan efek kematian jika digunakan tidak secara tepat.
Peneliti dari Universitas California, Berkeley tersebut menyatakan bahwa gas air mata yang terhirup ke dalam mulut dan hidung seseorang bisa mengakibatkan kematian. Pasalnya, kandungan dalam gas tersebut bisa merusak membran dalam paru-paru.
Hal itu pun senada dengan pernyataan Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan Rhenald Kasali. Mereka menegaskan bahwa tembakkan gas air mata oleh personel Polri kepada Aremania bersifat mematikan.
“Jadi (gas air mata) bukan senjata untuk mematikan tapi senjata untuk melumpuhkan supaya tidak menimbulkan agresivitas. Yang terjadi (di Kanjuruhan) adalah justru mematikan. Jadi ini tentu harus diperbaiki,” kata Rhenald Kasali saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (10/10/2022) mengutip Detik.
Ia mencontohkan adanya korban gas air mata Kanjuruhan yang awalnya tidak merasakan apa-apa. Namun, sehari berikutnya, mata korban justru mulai menghitam dan memerah. Berdasarkan keterangan dokter, perlu waktu sebulan bagi korban agar mata mereka kembali normal. “Itu pun kalau bisa normal,” ujarnya.
PT Liga Indonesia Baru (LIB) mengakui pemilihan jam tayang laga tersebut berdasarkan Indosiar. Sebagai informasi, Indosiar merupakan stasiun TV resmi yang menyiarkan pertandingan tersebut.
“PT LIB mengatakan broadcaster mintanya begitu, harus dipenuhi. Menurut PT LIB,” tutur Rhenald kepada wartawan di kantor Kemenko Polhuman, Rabu (12/10/2022) mengutip Detik. Adapun hal tersebut dikarenakan terdapat kontrak bernilai besar antar kedua belah pihak.
Namun, pihak Indosiar mengatakan sebaliknya. Ia menjelaskan penyusunan jadwal pertandingan Liga 1 telah disusun sebelumnya oleh PT LIB. Mereka juga menyebut Indosiar tetap akan menyesuaikan jadwal tayang sesuai dengan keputusan PT LIB.
Sebelumnya, tersebar di media sosial sebuah surat berisi permohonan polisi terkait perubahan jadwal Pertandingan Liga 1. Surat tersebut meminta PT LIB untuk memajukan pertandingan di pukul 15.30 WIB dengan alasan keamanan.
Namun, PT LIB menolak hal tersebut. Pertandingan tetap dilaksanakan sesuai jadwal semula, yakni pukul 20.00 WIB.
Sebanyak 20 polisi diduga terlibat pelanggaran etik terkait tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 132 nyawa.
"Terkait pemeriksaan internal, kita telah memeriksa 31 personel. Ditemukan bukti yang cukup terhadap 20 orang terduga pelanggar," kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Malang, Kamis (6/10/2022), mengutip Kompas.
Enam personel Polri yang diduga melakukan pelanggaran kode etik polisi saat kerusuhan Kanjuruhan merupakan personel Polres Malang. Sedangkan 14 lainnya berasal dari Satbrimob Polda Jatim. Sebelumnya, 11 personel polisi diketahui menembakkan gas air mata sebanyak kurang lebih tujuh tembakan.
Dari 20 orang tersebut, terdapat enam anggota Polri yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Salah satunya ialah Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita. "Berdasarkan gelar dan alat bukti permulaan yang cukup, maka ditetapkan saat ini enam tersangka," kata Kapolri dalam jumpa pers, Kamis (6/10/2022).
Tiga di antaranya adalah yang memberi perintah kepada anggota polisi untuk menembakkan gas air mata. Mereka adalah WS selaku Kabag Ops Polres Malang, HD selaku Brimob Polda Jatim, dan Kasat Samapta Polres Malang berinisial BSA.
Sebagai imbas dari kejadian Kanjuruhan, Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta resmi dicopot dari jabatannya.
Namun, alih-alih diberhentikan sebagai polisi, ia Nico justru dimutasi menjadi Staf Ahli (Sahli) Sosbud Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Ya, betul mas tour of duty and tour area, mutasi adalah hal yang alamiah di organisasi dalam rangka promosi dan meningkatkan kinerja organisasi," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dilansir dari CNN Indonesia, Senin (10/10/2022).
Sepeninggal Irjen Nico, Jabatan Kapolda Jatim kini diisi oleh Irjen Teddy Minahasa Putra yang sebelumnya merupakan Kapolda Sumatera Barat.
Pengamat kepolisian, Bambang Rukminto pun menilai langkah tersebut adalah hal yang salah. Ia menilai kepercayaan masyarakat justru akan semakin menurun.
"Lebih tepatnya itu sudah jadi sosial budaya di internal kepolisian untuk saling melindungi para perwira tingginya yang sedang terkena masalah. Mereka tidak sadar bahwa upaya itu malah akan semakin menggerus kepercayaan publik pada institusinya," kata Bambang mengutip Tempo, Selasa (11/10/2022).