Kawula Muda, wah bahaya nih.
Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan bakal terjadi lonjakan emisi Karbon Dioksida (CO2) pada 2021 setelah dunia pulih dari Covid-19.
Akibat pandemi dan dimintanya orang-orang untuk tetap berada di rumah membuat terjadinya penurunan emisi karbon dioksida sekitar 6 persen pada 2020.
Hal itu disebabkan karena penggunaan bahan bakar yang mengeluarkan emisi karbo seperti batu bara dan minyak mengalami pengurangan karena terjadi pembatasan akibat Covid-19.
Setelah mengalami penurunan pada 2020, banyak yang memprediksi hal sama akan kembali terjadi pada 2021. Tetapi, IEA menyebut bahwa fakta yang terjadi di lapangan adalah sebaliknya.
Menurut IEA, penyebabnya adalah terjadinya peningkatan permintaan batu bara yang pada 2020 mengalami penurunan sebanyak 4 persen, tetapi akan meningkat 4,5 persen pada 2021.
"Emisi karbon secara global akan mengalami peningkatan 1,5 miliar ton pada 2021, didorong oleh penggunaan batu bara kembali di sektor tenaga listrik," kata Fatih Birol, Direktur Eksekutif IEA, dari laporan situs BBC.
"Ini akan menjadi peringkatan yang mengerikan bahwa pemulihan ekonomi dari krisis Covid rupanya tidak memiliki efek kelanjutan yang baik untuk iklim kita," ujar Fatih menambahkan.
IEA lebih lanjut menambahkan, apabila permintaan minyak mengalami peningkatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum Covid-19, maka prediksi emisi pada 2021 akan menjadi jauh lebih buruk.
Tetapi, hingga akhir 2021, penggunaan oli untuk penerbangan diperkirakan masih 20 persen di bawah level 2019. Ditambah lagi kabar baik dari negara seperti China yang pada 2020 mengalami peningkatan sebesar 3 persen untuk hal energi terbarukan.
Bahkan dengan menggunakan energi terbarukan dari angin hingga matahari, sektor kelistrikan China diharapkan bisa tumbuh sebesar 8 persen pada 2021.
Sumber energi terbarukan memang diharapkan menjadi salah satu solusi untuk mengurangi emisi karbon dioksida demi mengatasi masalah perubahan iklim yang bisa menjadi lebih buruk beberapa tahun ke depan.