Karena perusahaan sudah terbiasa dengan daya masyarakat yang tinggi, Kawula Muda!
Belakangan ini, berbagai keluhan akan harga naik dari bahan-bahan pokok ramai diserukan masyarakat. Beberapa bulan lalu misalnya. Indonesia sempat dihebohkan dengan harga minyak goreng kemasan yang mencapai Rp 50.000.
Kini, harga bahan bakar minyak (BBM) alias bensin juga tengah melambung tinggi. Hal tersebut seolah menjadi tren global. Tidak hanya di Indonesia, kelangkaan minyak memang menjadi persoalan dunia.
Di sisi lain, harga kebutuhan pokok juga melambung tinggi. Gandum misalnya. Selain itu, situasi pandemi juga memengaruhi berbagai harga bahan lainnya. Sebut saja obat-obatan yang kian semakin mahal.
Seolah efek domino, kesulitan ekonomi kini telah menyebar di seluruh dunia. Bahkan, Amerika Serikat saja mencapai inflasi tertinggi pada Maret 2022 lalu. Saat itu, inflasi mencapai angka 6,5 persen.
Hal yang sama pun dirasakan oleh Jepang. Sejak 2014, Jepang kembali memecahkan rekor inflasi tertinggi dengan mencapai angka 2,6 persen per tahun. Hal tersebut terjadi di Juli 2022.
Berbagai alasan melatarbelakangi hal tersebut. Selain pandemi, perang yang terjadi di Ukraina-Rusia rupanya turut memperburuk kondisi ekonomi global.
Kini, pertanyaannya adalah, apakah angka inflasi tersebut akan turun setelah pandemi? Kemudian, apabila perang berakhir, apakah ekonomi akan sebaik sebelum masa pandemi?
Mengutip Vice World, ekonom dunia mengatakan bahwa kemungkinan besar ekonomi tidak akan kembali seperti masa sebelum pandemi.
Hal tersebut pun dijelaskan oleh Dr. Rakeen Mabud, kepala ekonom dan direktur pelaksana kebijakan dan penelitian di Groundwork Collaborative, dalam sebuah wawancara dengan Motherboard mengutip Vice pada Selasa (23/08/2022).
"Perusahaan besar tahu bahwa konsumen akan dipaksa untuk bertahan dengan harga yang lebih tinggi, terutama untuk kebutuhan seperti perumahan atau gas yang tidak dapat hidup tanpanya. Sejak Perang Dunia II, kami belum pernah melihat harga turun secara berkelanjutan—ketika harga naik, mereka cenderung tetap tinggi untuk waktu yang lama setelah kenaikan harga awal,” kata Rakeen.
Karena itulah, ia beranggapan bahwa ekonomi tidak akan menjadi lebih mudah, bahkan dalam situasi tanpa pandemi dan perang sekalipun.