Betul tidak Kawula Muda?
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) menilai skripsi yang memiliki 2-6 satuan kredit semester (SKS) dan diharuskan selesai dalam waktu satu tahun itu membuat overdosis dan membuat mahasiswa terbebani.
"Pada perguruan tinggi yang terlalu strict itu skripsi bisa menjadi beban yang ekstra, yang menyebabkan kelulusan bagi mahasiswa," kata Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek, Profesor Nizam, dalam keterangannya dilansir dari Kumparan.
Menurutnya, mahasiswa hanya mendapatkan mata kuliah terkait penulisan skripsi sampai enam SKS, namun untuk pembuatannya ditargetkan harus bisa diselesaikan dalam waktu satu tahun.
"Padahal skripsi hanya 6 SKS, atau bahkan ada yang 4 SKS atau 2 SKS tapi untuk menyelesaikannya butuh 1 tahun. Ini overdose (overdosis),” ucap Nizam.
Sebelumnya, Nadiem mengungkapkan gebrakan transformasi terbarunya bahwa mahasiswa tidak lagi diwajibkan untuk skripsi itu dalam pemaparannya di Merdeka Belajar Episode 26 bertemakan Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi pada Selasa, (29/08/2023).
Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, untuk mahasiswa S1 dan D4 yang tidak wajib membuat skripsi.
Namun bisa berbentuk macam-macam seperti prototype, proyek, ataupun bisa berbentuk lainnya. Tidak hanya mahasiswa S1, tugas akhir mahasiswa S2 atau magister terapan juga tidak hanya bentuk tesis atau disertasi, serta mahasiswa S3 atau doctor terapan masih wajib diberikan tugas akhir, namun tidak wajib menerbitkan jurnal.
"Tugas akhir tidak harus skripsi, sehingga yang terpenting adalah mengukur kompetensi itu. Bentuknya bisa membuat prototipe. Kemudian bisa project based. UMKM. Jadi tidak menekankan pada kemampuan penelitian," ucap Nizam.
Meski begitu, pihak Kemendikbud Ristek tetap membuka opsi bila pihak program studi di kampus masih memerlukan pengerjaan skripsi sebagai syarat lulus.
"Kita fokus pada output. Learning input dan process-nya itu kita berikan ruang yang luas untuk perguruan tinggi untuk mewujudkan kompetensi tersebut," tutup Nizam.