Dewan Pers Soroti Draf RUU Penyiaran, Ada Larangan Eksklusif Investigasi!

Hmmmmmmm....

Dewan Pers soroti Draft RUU Penyiaran, ada larangan eksklusif investigasi! (TEMPO/Muhammad Hidayat)
Sat, 11 May 2024

Dewan pers menyoroti draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang akhir-akhir ini jadi buah bibir di sosial media nih, Kawula Muda.

Salah satu pasal kontroversi dalam RUU Penyiaran tersebut adalah larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Yadi Hendriana mengkritisi pasal yang tengah ramai dibicarakan di sosial media ini.

"Nah ini bahaya ini adanya larangan mengenai liputan investigasi seperti dalam rancangan undang-undang ini itu akan menyebabkan ada campur tangan dari regulator pemerintah dalam hal ini. Kalau seandainya ada pembatasan peliputan-peliputan jurnalistik termasuk disini adalah larangan investigasi," ungkap Yadi seperti dikutip dari SINDOnews, Sabtu (11/5/2024).

"Dalam draft rancangan RUU penyiaran ini pasal 56 ayat 2 isinya melarang menayangkan eksklusif penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Apa dasarnya pelarangan ini, pelarangan ini justru akan memberangus pers," tambahnya.

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, Yadi Hendriana. (SINDOnews)

Yadi Hendriana juga mengkritisi peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pers.

Sengketa pers seharusnya diselesaikan oleh Dewan Pers sesuai dengan undang-undang Nomor 40 Tahun 1999. 

"Pasal 8A huruf q dalam RIU yang dibahas Badan Legislasi DPR pada 27 Maret 2024 menyatakan KPI boleh menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran pasal ini tentu akan bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999," kata Yadi.

"Karena sengketa pers itu seperti dalam Pasal 15 mengenai fungsi-fungsi dewan pers itu salah satunya itu adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers," lanjutnya

Yadi menegaskan bahwa Dewan Pers merupakan satu-satunya lembaga yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk menyelesaikan sengketa pers.

"Jadi memang dewan pers ini satu-satunya lembaga yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk menyelesaikan sengketa pers," tegasnya.

Lebih lanjut, Yadi khawatir aturan tersebut berdampak dengan adanya campur tangan pemerintah dan akan ada pembatasan peliputan.

Sebagai informasi, ada beberapa pasal di RUU Penyiaran yang cukup kontroversial, Kawula Muda

Pasal 50 B ayat 2 huruf c misalnya, yang dianggap sebagai pembungkaman kebebasan pers karena melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi.

Ada juga Pasal 50 B ayat 2 huruf k, yang dianggap multitafsir lantaran mengatur penayangan isi siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik.

Lalu ada Pasal 8A huruf q dan Pasal 42 ayat 2 yang sudah disebutkan di atas, yang menetapkan penyelesaian sengketa terkait kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Padahal, penyelesaian sengketa semacam itu seharusnya dilakukan di Dewan Pers, sesuai dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999.

Berita Lainnya