Chicco Jerikho Ajak Seluruh Pihak Wujudkan Kehidupan Harmonis Bersama Satwa Liar

Mari lestarikan hewan liar agar tidak punah

Chicco Jerikho ajak seluruh pihak wujudkan kehidupan harmonis bersama satwa liar (WWF Indonesia)
Wed, 14 Aug 2024

Chicco Jerikho merilis seri perdana film dokumenter bertajuk Berbagi Ruang yang diproduksi oleh Kite Entertainment dan disutradarai oleh Faisal Rachman.

Film ini menjadi perlambangan atas aksi positif untuk menyuarakan bahwa satwa liar memiliki hak dan ruang hidup berdampingan manusia tanpa terjadi konflik.

Tayangan edukatif yang secara utuh dapat disimak melalui kanal Youtube Chicco sekaligus menjadi bagian dari kampanye #BerbagiRuang yang ingin mengajak seluruh pihak mewujudkan kehidupan harmonis bersama satwa liar.

Memiliki kepedulian sama, sejumlah artis papan atas seperti Aurelie Moeremans, Ganindra Bimo, Della Dartyan, dan Asri Welas turut terlibat dalam kampanye ini sebagai upaya menciptakan sebuah aksi inspiratif nan mencerahkan.

Para pesohor ini bersepakat, mereka ingin terlibat aktif dalam mendukung upaya para pihak untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya menjaga keseimbangan alam demi masa depan yang lebih baik.

Dengan kesamaan misi, WWF Indonesia mendukung aksi dengan tagar  #BerbagiRuang yang menitikberatkan pada kampanye berbasiskan platform digital.

Chicco Jerikho mengawali #BerbagiRuang lantaran hatinya merasa terusik atas interaksi negatif (konflik) gajah dan manusia yang semakin marak.

Selama kurun waktu 10 tahun ke belakang, konflik manusia dan gajah terus meningkat.

Berdasarkan catatan Litbang Kompas, selama periode 2019 - 2023 telah terjadi 787 konflik antara satwa liar dengan manusia. Dalam catatan ini, sebanyak 583 perkara melibatkan Gajah Sumatera.

Pemicunya beragam, mulai dari alih fungsi lahan dalam koridor satwa, pembalakan liar, hingga pengelolaan kawasan budidaya yang tidak sesuai (seperti tumpang tindih antara habitat gajah dengan kebun  masyarakat).

Pada akhirnya, peristiwa negatif ini menelan korban kedua belah pihak, entah itu gajah maupun manusia itu sendiri.  

Chicco Jerikho yang bertindak sebagai aktor sekaligus eksekutif produser tayangan dokumenter ini mengungkapkan keprihatinan dan kepedulian terhadap gajah.

Chicco Jerikho ajak seluruh pihak wujudkan kehidupan harmonis bersama satwa liar (WWF Indonesia)

"Film ini menjadi media bagi saya untuk memvisualisasikan keprihatinan dan kepedulian terhadap gajah, sebagai salah satu jenis satwa liar yang dilindungi oleh pemerintah. IUCN, lembaga  konservasi dunia yang menyebut satwa ini dalam kategori kritis atau berisiko tinggi untuk punah di alam liar. Itu sebabnya, saya tergerak untuk melakukan aksi positif yang diharapkan dapat membuka mata kita dan menggugah kepedulian untuk mencari solusi bersama. Bukan untuk saling menyalahkan,” ujar Chicco.

Co-Founder Kite Entertainment ini menggaris bawahi pesan kunci usai menuntaskan perjalanan ke sejumlah wilayah.

“Kita bisa mengurangi risiko yang merugikan atas konflik manusia dan satwa liar melalui berbagi ruang. Konsep ini mendukung terciptanya ekosistem yang sehat bagi manusia, satwa liar, dan juga alam,” lanjutnya.

Film dokumenter edisi perdana ini mengisahkan perjalanan Chicco Jerikho bersama Ganindra Bimo dan Aurelie Moeremans menuju habitat Gajah Sumatera di Aceh.

Ketiganya melakukan penelusuran dan pembelajaran atas beragam kisah Gajah Sumatera dari sejumlah wilayah Aceh Tengah, seperti koridor Peusangan, Desa Pantan Lah dan Desa Negeri Antara, Bener Meriah dan Desa Karang Ampar.

Tayangan inspiratif sekaligus edukatif ini akan terbit dalam beberapa seri dengan topik kehidupan satwa liar lainnya.

Melalui film ini, Chicco ingin mengajak publik (termasuk para pihak) untuk menyaksikan secara seksama kehidupan satwa liar yang semakin terdesak akibat ruang gerak yang kian menyempit.

Chicco juga berharap, melalui tayang ini, audiens mampu menggali permasalahan koeksistensi antara manusia dengan satwa liar.

Bersama tim produksi Kite Entertainment, Chicco membagi perjalanan mereka ke dalam tiga episode.

Ganindra Bimo, aktor dan presenter, berbagi pengalaman usai mengambil gambar saat perjalanan bersama tim #BerbagiRuang di Aceh.

”Ternyata interaksi negatif antara satwa liar dan manusia di Aceh ini akan bisa diatasi kalau kita berbagi ruang. Kita sebagai manusia harus mengerti  kebutuhan ruang untuk satwa, karena kita yang masuk di habitat mereka,” ujar Bimo.

“Kita sebagai kaum urban juga punya peran sangat penting dalam mengatasi konflik manusia dan  satwa liar,” imbuhnya.

Aurelie Moeremans menyampaikan pesan bahwa keterlibatannya sebagai pelaku seni dalam film dokumenter ini sebagai wujud nyata kepeduliannya atas pentingnya menjaga keberlanjutan kehidupan satwa yang dilindungi, seperti gajah.

“Perjalanan ini sekaligus untuk menjawab rasa penasaran dan optimisme saya  bahwa #BerbagiRuang adalah jalan tengah untuk semuanya. Saya yakin #BerbagiRuang bisa jadi salah satu solusi dengan merangkul semua pihak untuk berbagi peran bersama-sama” lanjut Aurelie. 

Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, sepanjang 2012-2017 tercatat 68 ekor gajah mati, 55 ekor (81%) di antaranya diakibatkan oleh konflik dengan manusia.

Selain kematian  gajah, konflik ini juga mengakibatkan setidaknya 11 orang terluka dan delapan orang meninggal. Belum lagi jika dihitung kerugian ekonomi akibat konflik satwa liar ini. 

”WWF-Indonesia menyambut baik inisiatif ini  dan mendukung semua pihak yang ingin berpartisipasi aktif untuk melestarikan satwa liar Indonesia.  Interaksi negatif manusia dengan satwa liar tidak bisa diselesaikan secara parsial, butuh upaya yang luar biasa untuk menyelamatkannya,” ungkap Aditya Bayunanda, CEO WWF-Indonesia.

”Kami mengajak seluruh pihak untuk mendukung upaya pemerintah untuk bersama sama turun tangan mengambil peranan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing. Misalnya, pihak swasta dapat mendukung dengan mengalokasikan lahannya yang beririsan dengan habitat dan jalur  pergerakan gajah sebagai ruang aman bagi gajah mencari makan dan memenuhi kebutuhan hidup lainnya termasuk menjelajahi ruang. Aksi nyata tersebut akan berkontribusi signifikan untuk memitigasi terjadinya interaksi negatif dengan gajah,” lanjutnya.

Dalam kesempatan sama, Aditya menekankan perlu ada langkah-langkah proaktif untuk menangani masalah ini.

“Langkah-langkah proaktif perlu segera dilakukan melalui solusi integratif dan inklusif agar satwa liar dan manusia dapat berbagi ruang dengan harmonis. Upaya ini tidak hanya dapat menyelamatkan satwa lindung yang terancam punah, namun juga ekonomi masyarakat. Selain itu, aksi menjaga habitat hutan akan turut berdampak menekan laju perubahan iklim,” ujar Aditya.

Sementara itu, Ahmad Shalihin, Direktur Eksekutif WALHI Aceh, mengungkapkan upayanya dalam menangani interaksi antara satwa liar dan manusia.

“Untuk  mengimplementasikan konsep Berbagi Ruang, bersama pemerintah daerah, kami sudah berupaya mengintegrasikan perencanaan tata ruang, serta rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah. Dokumen-dokumen tersebut memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk menyusun program,  kegiatan, dan anggaran yang dibutuhkan dalam menangani interaksi antara satwa liar dan manusia,” ujar Ahmad Shalihin.

Namun, dalam penyusunan dokumen-dokumen tersebut, Ahmad menekankan bahwa perhatian harus  diberikan kepada kedua belah pihak, baik satwa liar maupun manusia, sehingga kehidupan yang harmonis dan cita-cita Berbagi Ruang dapat terwujud. 

Lebih lanjut, menurut Ahmad, penanganan interaksi negatif antara satwa liar dan manusia tidak hanya menjadi tugas BKSDA dan DLHK, tetapi juga merupakan tanggung jawab dinas-dinas lainnya, termasuk sektor swasta, sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing. 

“#BerbagiRuang antara gajah dan manusia adalah salah satu kunci untuk mencegah interaksi negatif. Dengan memberdayakan masyarakat setempat dan melibatkan mereka dalam upaya konservasi, kita dapat menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan gajah dan bagaimana kita dapat hidup berdampingan dengan mereka secara harmonis. Melalui pendidikan, pemantauan, dan upaya perlindungan  habitat yang berkelanjutan, serta pendampingan masyarakat, kita dapat memastikan bahwa gajah dan manusia dapat berbagi ruang tanpa merusak satu sama lain. Bersama-sama, kita dapat menciptakan  lingkungan yang aman dan berkelanjutan bagi semua makhluk. Berbagi ruang dan berbagi peran”, pungkas Chicco. 

Dukungan datang dari Pemerintah Daerah Aceh, Wali Nanggroe Aceh, Tim Pengamanan Flora & Fauna (TPFF) Karang Ampar Bergang, dan WALHI Aceh, yang telah terlibat dan berperan besar dalam membantu memberikan pemahaman lebih dalam terkait situasi konflik manusia dan gajah yang terjadi di Aceh.

Dengan komitmen yang sama untuk terus menyuarakan dan melakukan tindakan nyata untuk pelestarian alam, menambah keyakinan bahwa konsep Berbagi Ruang dapat dilakukan.

Film dokumenter Berbagi Ruang akan tayang segera di kanal Youtube Chicco Jerikho dan disuarakan melalui aktivasi media sosial dengan hashtag kampanye #BerbagiRuang ini, diharapkan dapat menggugah kesadaran dan mendorong aksi bersama mengenai pentingnya berbagi ruang untuk kehidupan masa depan.

Bersama-sama, kita dapat memastikan satwa liar mempunyai ruang dan sumber daya yang dibutuhkan untuk dapat hidup berdampingan dengan harmonis bersama manusia di alam.

Berita Lainnya