Untuk mengobati infeksi nih, Kawula Muda.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Amerika Serikat (FDA) telah menyetujui pil pertama yang dibuat dari kotoran manusia atau tinja manusia. Obat ini bisa digunakan pada per akhir April kemarin.
Dilansir dari laman CNN Indoensia, Senin (08/05/2023), pil kotoran manusia ini digunakan untuk mencegah infeksi berulang yang disebabkan oleh bakteri Clodtridioides difficle atau C. diff, bakteri yang mengancam jiwa yang menyebabkan diare dan kondisi usus lebih serius seperti radang usus besar dan sering dikaitkan dengan penggunaan antibiotik jangka panjang.
Biasanya, orang yang terkena penyakit ini yang tengah menjalani terapi atau pengobatan antibiotik. Hal ini dikarenakan, selama terapi bisa mengganggu keseimbangan bakteri dalam usus.
Pil semacam ini adalah pengobatan turunan kotoran manusia kedua yang pernah disetujui setelah sebelumnya adalah perawatan yang diizinkan untuk digunakan pada Desember 2022.
Mengutip pada CNBC Indonesia, pil yang baru disetujui oleh BPOM AS ini disebut dengan Vowst. Pil disetujui untuk digunakan pada orang yang berusia 18 tahun ke atas.
Pil tinja manusia ini mengandung sejumlah mikroba yang biasanya ada pada feses. Tapi tentu saja, feses yang dipilih pun tidak sembarangan, Kawula Muda. Feses yang digunakan adalah feses yang sehat.
Kotoran yang disumbangkan yang digunakan untuk membuat pil disaring dengan hati-hati untuk patogen yang dapat ditularkan sebelum digunakan dalam pembuatan. Walau demikian, FDA memperingatkan mengonsumsi Vowst masih membawa risiko terpapar patogen, serta alergen makanan, yang menyebabkan alergi dan/ atau intoleransi dalam suatu makanan.
Untuk diketahui, bakteri C. diff yang ada di penyakit ini bereplikasi dengan cepat mengeluarkan racun yang dapat menyebabkan diare, sakit perut, demam dan kolitis (radang usus besar) dan, dalam beberapa kasus, kegagalan organ dan kematian.
Menurut FDA, infeksi C. diff dikaitkan dengan sekitar 15.000 hingga 30.000 kematian per tahun di Amerika Serikat. Mereka yang sembuh dari C. diff memiliki peluang sekitar 1 dari 6 untuk mengembangkan infeksi lagi dalam waktu dua hingga delapan minggu.
Sementara itu, yang tidak diobati dengan pil kotoran manusia tersebut memiliki tingkat ke kambuhan 39,8%.