Hai Kawula Muda, jangan buru-buru lepas masker dulu ya!
Kasus Covid-19 kembali meroket di Amerika Serikat. Selama 28 hari terakhir, Amerika mencatat 2,1 juta kasus baru dan menjadi berada posisi pertama setelah Jerman yang mencapai 1,9 juta.
Kenaikan kasus ini lantaran aturan pembebasan masker di tempat-tempat umum baru-baru ini. Bulan lalu, pemakaian masker di transportasi umum juga tidak lagi wajib usai pengadilan di Florida menyatakan aturan itu tidak sah.
Sebelumnya, berbagai maskapai sudah melobi berbulan-bulan agar persyaratan masker di pesawat dihentikan. Alasannya, menurut mereka filter udara di pesawat modern sudah cukup efektif menangkal penyebaran virus selama penerbangan. Usulan ini mendapat dukungan dari Partai Republik di Kongres.
Lobi-lobi tersebut dilakukan karena jumlah insiden pelecehan, bahkan disertai kekerasan di dalam pesawat terbang juga melonjak yang sebagian besar disebabkan oleh penolakan pemakaian masker.
Selain Amerika, beberapa negara juga mengalami kenaikan kasus Covid-19. Berikut data 10 negara dengan kasus baru tertinggi Covid-19 selama 28 hari terakhir yang diterbitkan oleh Johns Hopkins Unversity.
1. Amerika Serikat: 2,1 juta kasus
2. Jerman: 1,9 juta
3. Prancis: 1,2 juta
4. Australia: 1,2 juta
5. Italia: 1,2 juta
6. Korea Selatan: 1,1 juta
7. Taiwan: 1 juta
8. Jepang: 978 ribu
9. China: 454 ribu
10. Spanyol: 442 ribu
Subvarian BA.2 dari varian Omicron menjadi yang paling mendominasi di Amerika Serikat. Subvarian ini dianggap lebih menular daripada galur asli omicron.
Terlepas dari penyebarannya, Dr. Christopher Murray, profesor Ilmu metrik kesehatan di University of Washington dan direktur Institute for Health Metrics and Evaluation menganggap tidak ada indikasi subvarian ini lebih parah daripada galur omicron asli.
Selain itu, karena tingkat kekebalan orang Amerika yang sudah tinggi lewat vaksin atau karena sudah terinfeksi sebelumnya, maka subavrian ini dianggap oleh sang profesor tidak terlalu mengkhawatirkan.
Nah, dengan laporan tentang Amerika berada di posisi tertinggi kasus Covid-19, apakah anggapan sang profesor masih valid ya?