Bank Dunia Sebut Harga Beras di Indonesia Termahal se-ASEAN, Ini Alasannya!

Kenapa kebutuhan primer selalu naik harganya ya...

orang Indonesia harus bayar sekitar 20% lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara ASEAN (Kompas/Garry Andrew)
Sat, 28 Sep 2024

Bank Dunia baru-baru ini menjelaskan kalau harga beras di Indonesia tercatat paling mahal dibandingkan negara-negara lain di ASEAN, Kawula Muda.

Hal ini diungkap langsung oleh Carolyn Turk, Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste. 

Dia bilang, masyarakat Indonesia harus merogoh kocek lebih dalam buat beli makanan pokok, terutama beras. Bahkan, orang Indonesia harus bayar sekitar 20% lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk makanan mereka.

"Konsumen Indonesia telah membayar harga tinggi untuk beras. Harga eceran beras di Indonesia secara konsisten lebih tinggi daripada di negara-negara ASEAN," ungkap Country Director for Indonesia and Timor-Leste, World Bank, Carolyn Turk dalam Indonesia International Rice Conference (IIRC), Kamis (19/09/2024).

Kondisi ini jadi sorotan, karena meskipun harga beras tinggi, dampaknya ke kesejahteraan petani masih belum kelihatan signifikan. 

Situasi ini bikin banyak pihak bertanya-tanya, kenapa harga beras yang mahal nggak sejalan dengan kesejahteraan para petani yang menanamnya.

harga beras di Indonesia mahal juga disebabkan karena rantai pasoknya yang super panjang (GATRA/Ahmad Muharror)

Carolyn juga menjelaskan beberapa alasan kenapa harga beras di Indonesia jadi lebih mahal dibanding negara-negara lain di ASEAN. 

Salah satu penyebab utamanya adalah karena adanya pembatasan impor beras. Kebijakan ini membuat pasokan beras di dalam negeri nggak bisa nambah dari luar, yang akhirnya nge-push harga jadi lebih tinggi.

Bukan cuma itu, kebijakan pemerintah yang memutuskan buat naikin harga jual beras juga dianggap punya dampak besar. 

Ditambah lagi, lemahnya daya saing sektor pertanian dalam negeri bikin harga beras sulit buat bersaing di pasaran, makin menambah mahalnya harga beras di Indonesia.

Menanggapi hal ini, Presiden Jokowi pun angkat bicara. Dia menekankan bahwa dalam mengevaluasi harga beras, kita nggak bisa cuma liat dari perspektif produsen atau petani aja, tapi juga dari sudut pandang konsumen. 

Menurut Jokowi, kita harus lebih objektif dalam ngebandingin harga beras, termasuk dengan menghitung harga beras impor yang didatangkan lewat sistem free on board (FOB). 

Dengan cara ini, perhitungan harga bisa lebih jelas, karena semua biaya yang terlibat dalam impor sudah dihitung, mulai dari biaya pengiriman sampai biaya tambahan lainnya. 

Presiden Jokowi juga menjelaskan kalau harga beras yang wajar itu seharusnya sesuai sama harga gabah yang baik. Dengan begitu, harga jual di tingkat petani juga bisa naik dan bikin mereka lebih sejahtera.

"Kalau harga gabahnya oke, artinya harga jual petani juga harusnya bagus, selama nggak ada distorsi di lapangan," kata Jokowi.

Dia juga minta semua pihak buat ngecek lagi harga yang ada di lapangan. Menurut Jokowi, harga gabah di tingkat petani sudah naik, dan hal ini memberikan dampak positif ke Nilai Tukar Petani (NTP), yang jadi indikator kesejahteraan mereka.

Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso, bilang kalau salah satu alasan kenapa harga beras di Indonesia mahal itu karena rantai pasoknya yang super panjang.

Masalah ini makin diperparah sama kesulitan petani buat mendapatkan kebutuhan dasar kayak pupuk dan bibit unggul. 

Bukan cuma itu, setelah panen juga banyak "tangan" yang terlibat, dari makelar hingga distributor, yang bikin harga semakin naik sebelum sampai ke konsumen.

Jadi, rantai distribusi yang rumit dan panjang ini bikin harga beras di konsumen akhir nggak sejalan sama kesejahteraan petani.

Di sisi lain, porsi pembelian pemerintah terhadap beras juga punya peran penting dalam mengatur harga di pasar. 

Salah satunya lewat Bulog, yang fungsinya buat menyerap hasil panen petani dan mengontrol stok. 

Tapi kenyataannya, Bulog saat ini cuma menyerap sekitar 15 persen dari total produksi beras petani. Sisanya, 85 persen, dikuasai sama rantai distribusi swasta. 

Karena mayoritas beras di tangan swasta, harga di pasar lebih mudah dimainkan oleh para distributor dan pedagang, yang akhirnya bikin harga beras susah dikontrol dan bisa naik tanpa alasan yang jelas.

Berita Lainnya