Kawula Muda, perjuangan seorang ayah, nih!
Seorang pengemudi taksi yang berasal dari kalangan menengah ke bawah di Korea Selatan berhasil menang melawan perusahaan raksasa, SAMSUNG!
Di Korea Selatan, sudah menjadi rahasia umum kalau chaebol (sebutan untuk keluarga konglomerat) bisa lolos dari jeratan hukum dengan menggunakan uang dan pengaruhnya.
Namun, pada 2018, persepsi tersebut berubah setelah salah satu perusahaan terbesar di Korea Selatan, SAMSUNG, harus membayar 15,3 miliar won atau sekitar Rp 170 miliar sebagai kompensasi untuk keluarga pekerja yang meninggal dunia.
Melansir dari Koreaboo, pertempuran terhadap SAMSUNG ini dimulai oleh seorang pengemudi taksi miskin bernama Hwang Sang Ki dan berlangsung selama 11 tahun.
Pada 6 Maret 2007, Hwang Sang Ki menyaksikan putrinya, Yumi, yang berusia 23 tahun meninggal dunia di kursi belakang taksinya saat hendak dibawa ke rumah sakit. Yumi meninggal dunia akibat penyakit kanker yang ia derita sejak bekerja di SAMSUNG.
Yumi telah bekerja di SAMSUNG Electronics Co., Ltd. di Suwan selama 5 tahun sampai ia didiagnosis menderita leukemia myelogenous akut.
Setelah mendapatkan diagnosis dari dokter, ayah Yumi menanyakan jenis pekerjaan yang dia lakukan di perusahaan tersebut. Yumi mengatakan bahwa pekerjaannya di pabrik semikonduktor adalah melapisi wafer dengan beberapa bahan kimia.
Hwang Sang Ki sadar bahwa penyakit yang diderita oleh Yumi mungkin disebabkan oleh pekerjaannya. Ia pun mencoba untuk meminta kompensasi pada SAMSUNG, namun selalu gagal.
Setelah kematian Yumi, Sang Ki menolak untuk menandatangani kesepakatan. Ia menduga perusahaan telah memalsukan dokumen dengan menunjukkan bahwa pekerjaan Yumi tidak berhubungan dengan bahan kimia.
Tak lama, Sang Ki mengetahui bahwa pekerja lain berusia 30 tahun yang memiliki pekerjaan sama dengan sang putri juga meninggal dunia karena leukemia. Tahu ada yang tidak beres, ia pun memutuskan untuk mengungkap permasalahan ini.
Sebagai seorang pengemudi taksi dengan sumber daya terbatas, Hwang Sang Ki tidak tahu harus memulai dari mana. Ia telah mengajukan klaim ke Korean Workers Compensation and Welfare Service (KCOMWEL), namun tidak mendapatkan solusi.
Hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang pengacara sekaligus aktivis buruh bernama Lee Jong Ran. Mereka lalu mendirikan sebuah organisasi bernama Banolim yang diterjemahkan sebagai Pendukung Kesehatan dan Hak-hak Rakyat di Industri Semikonduktor (SHARPS).
Bersama Banolim, kedua aktivis tersebut memulai protes dan membuat petisi tentang penyakit serius yang dihadapi oleh para pekerja semikonduktor.
Banolim kalah telak ketika KCOMWEL menolak klaim kompesasi mereka. Namun, mereka tidak berhenti berjuang, hingga pada 2011, pengadilan Korea Selatan akhirnya memutuskan untuk mendukung sebagian klaim Banolim.
Tetapi, SAMSUNG tidak segera membayar kompensasi sesuai keputusan pengadilan, mereka justru menyewa perusahaan konsultan, Environ, untuk memeriksa kondisi fasilitas fabrikasi semikonduktornya.
Dari hasil audit Environ disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kondisi kerja pabrik dengan penyakit pekerja. Berdasarkan laporan ini, SAMSUNG menolak untuk membayar kompensasi.
Terlepas dari banding KCOMWEL, pengadilan tetap pada keputusan untuk memenangkan Banolim. SAMSUNG akhirnya mematuhi keputusan tersebut dan menyiapkan dana sebesar 100 miliar won untuk kompesansi. Namun, perusahaan masih menyangkal adanya hubungan antara material dengan penyakit serius yang diderita pekerja.
Pada Oktober 2015, Hwang Sang Ki menggalang aksi protes dengan mengajak sejumlah pengunjuk rasa duduk di depan kantor pusat SAMSUNG di Seoul. Mereka menuntut perusahaan untuk mengubah rencana kompensasinya, karena Banolim melihat sebagai penawaran yang tidak dapat diterima dibandingkan penderitaan yang dialami oleh keluarga pekerja. Aksi protes ini berlangsung selama 1.000 hari.
Akhirnya, SAMSUNG menyerah. Pada 2018, mediasi terjadi antara perusahaan dan Banolim. Kedua belah pihak sepakat bahwa SAMSUNG akan membayar 150 juta won kepada masing-masing pekerjanya saat itu dan mantan pekerjanya jika ditemukan memiliki penyakit akibat pemakaian zat berbahaya yang berhubungan dengan pekerjaan.
Presiden dan CEO SAMSUNG Device Solutions juga menyatakan permintaan maaf di depan publik. Dia menyatakan bahwa SAMSUNG tidak melindungi pekerjanya dengan baik dari risiko kesehatan dan perusahaan tidak menanggapi permasalahan ini dengan cepat.
Dalam konferensi pers usai mediasi, Hwang Sang Ki mengungkap bahwa apa yang dilakukan tidak hanya sekedar mendapatkan uang kompensasi tapi juga memastikan bahwa insiden yang dialami oleh anak dan sejumlah pekerja lainnya tidak lagi terjadi serta dapat dicegah dengan segala cara.
Meskipun Banolim berhasil, SAMSUNG tetap dapat lolos dari jeratan hukuman. Kompensasi yang dibayarkan pada keluarga pekerja bahkan tidak mengurangi keuangan mereka sejak tahun yang sama.
Di Korea Selatan, chaebol sering menikmati kekebalan hukum karena negara tersebut sangat bergantung pada mereka untuk menjaga pertumbuhan ekonominya. Hingga saat ini, SAMSUNG tetap menolak untuk mengungkap bahan kimia tertentu dan jumlah yang digunakan dalam proses pembuatannya, dengan menyatakan bahwa itu adalah rahasia dagang.
Namun, kisah Hwang Sang Ki ini bisa menjadi sebuah pelajaran besar dan memberi harapan pada pekerja Korea Selatan, bahwa raksasa besar sekelas SAMSUNG dapat dijatuhkan meskipun melalui perjuangan keras selama bertahun-tahun.