Kalo menurut lo gimana, Kawula Muda?
Nama musisi Ed Sheeran mungkin sudah tidak asing beredar di pengadilan. Lagu-lagu populernya berkali-kali dituding merupakan hasil plagiraisme.
Berbagai pendapat pun muncul. Ada yang membela Ed Sheeran karena pada dunia nada, hanya terdapat 12 not sehingga kemiripan mungkin terjadi. Di sisi lain, terdapat pula yang mengatakan bahwa Ed Sheeran benar-benar melakukan plagiarisme.
Prambors mencoba merangkum beberapa lagu Ed Sheeran yang tersandung kasus hukum tersebut. Tim reporter juga mencoba mengaitkannya dengan berlubangnya hukum musik dunia sehingga sulit untuk mengidentifikasi kasus plagiarisme dalam dunia musik.
Kasus “Shape of You” (2017) versus “Oh Why” (2015) menyita perhatian publik. Disebutkan, bagian chorus “Oh I, oh I, oh I, oh I” pada “Shape of You” memiliki kemiripan dengan salah satu bagian lagu “Oh Why”.
Karena itu, Ed Sheeran bersama rekan penulisnya, John McDaid dan Steven McCutcheon harus menghadapi tuntutan oleh Sami Chokri dan Ross O’Donoghue.
Pada pengadilan, Ed Sheeran berusaha untuk memastikan dirinya tidak melakukan plagiarisme. Dengan menyanyi “No Diggity” dari Blackstreet dan “Feeling Good” dari Nona Simone, ia pun berusaha membuktikan bahwa melodi tersebut adalah hal umum di dunia musik.
Pengadilan Tinggi Inggris pun memutuskan bahwa Ed Sheeran tidak bersalah. Dalam putusannya, hakim Antony Zacaroli mengatakan bahwa Ed Sheeran tidak terbukti melakukan plagiarisme.
Ed Sheeran dan para rekannya pun mendapat sekitar 1,1 juta dolar AS atau Rp 16 miliar atas kemenangan tersebut.
Terkait lagu “Thinking Out Loud”, Ed Sheeran kembali harus menempuh langkah hukum. Pada 2016 lalu, Ed Townsend yang juga merupakan rekan musisi legendaris Marvin Gaye menuntut Ed.
Ia menggugat dalam rangka kemiripan “Thinking Out Loud” dengan lagu Marvin Gaye “Let’s Get It On” yang populer pada 1973 lalu. Sebagai informasi, lagu tersebut memang sangat populer, Kawula Muda! Bahkan, “Let’s Get It On” turut masuk ke dalam nominasi ajang penghargaan bergengsi Grammy Awards.
"Melodi, harmonisasi dan komposisi ritmis lagu Thinking secara mendasar memiliki kemiripan dengan komposisi ketukan drum dalam lagu Let's," tulis Townsend dalam surat gugatannya mengutip CNNIndonesia pada Rabu (05/10/2022).
Setelahnya, pada 2018, bankir investasi David Pullman dan perusahaan Structured Asset Sales juga menuntut Ed Sheeran dengan hal serupa. Sebagai informasi, mereka memang telah mengakuisisi sebagian harta milik Ed Townsend tersebut.
Tuntutan tersebut dilayangkan atas kemiripan yang sangat terlihat pada hal melodi, ritme, harmoni, drum, garis bass, backing chorus, tempo, sinkopasi, dan perulangan antara “Thinking Out Loud” dan “Let’s Get It On”. Mereka pun meminta ganti rugi sebesar 100 juta dolar AS (Rp 1,5 triliun) kepada Ed Sheeran.
Adapun pengadilan kasus tersebut masih bergulir hingga saat ini.
Penulis lagu “Amazing” (2011) pernah menggugat Ed Sheeran atas lagu “Photograph” (2012). Gugatan tersebut menulis bahwa kedua lagu tersebut memiliki kesamaan kata, gaya menyanyi, melodi vokal, hingga ritme. Tepatnya, disebutkan terdapat 39 not yang identik antara kedua lagu tersebut.
Kasus hak cipta tersebut digugat oleh Thomas Leonard dan Martin Harrington. Menggandeng pengacara Richard Busch, mereka mengajukan denda sebesar 20 juta dolar AS (Rp 265 miliar) atas kasus tersebut kepada Ed.
“Penyalinan ini, dalam banyak kasus, kata demi kata, penyalinan catatan demi catatan, [dan] membentuk hampir setengah dari 'Photograph',” kata mereka dalam pengaduan yang diajukan di AS pada bulan Juli 2017 lalu mengutip Guardian.
Namun, Aceshowbiz memberitakan bahwa Ed Sheeran telah membayar 20 juta dolar AS kepada Thomas dan Martin.
Pengadilan tersebut pun ditutup oleh Pengadilan California. Mereka mengatakan kasus tersebut dibatalkan karena adanya ‘kesepakatan rahasia’ yang disetujui dari kedua belah pihak. Sebulan setelahnya, Ed menyertakan nama kedua penulis Mark Harrington dan Thomas Leonard sebagai ‘penulis lagu’ dalam lagu “Photograph” tersebut.
Pada 2018 lalu, Ed Sheeran, Tim McGraw, dan Faith Hill juga harus menghadapi tuntutan pengadilan terkait hak cipta. Kali ini, ia dituntut oleh dua penulis lagu asal Australia, Sean Carey dan Beau Golden.
Hal itu dikarenakan karya mereka “When I Found You” (2015), dinilai memiliki kemiripan dengan lagu “The Rest of Our Life” (2017). Adapun gugatan tersebut menuntut ganti rugi lebih dari 5 juta dolar AS atau Rp 75 miliar.
Namun, pengacara Carey dan Golden menghentikan kasus tersebut dalam 30 hari. Ia mengatakan bahwa semua pihak telah sepakat untuk menyelesaikan kasus ini lewat Pengadilan Distrik Amerika Serikat di Manhattan.
Setelah memenangkan pengadilan terkait plagiarisme lagu “Shape Of You”, musisi tersebut buka suara lewat akun media sosialnya.
“Saya berharap putusan ini berarti di masa depan, klaim tidak berdasar seperti ini dapat diakhiri. Ini benar-benar harus diakhiri,” tutur Ed Sheeran menanggapi tuntutan plagiarisme terhadap salah satu lagu populer tersebut.
“Ini benar-benar merusak industri penulisan lagu. Terdapat begitu banyak nada tetapi sangat sedikit chord yang digunakan dalam musik pop. kebetulan akan terjadi jika 60.000 lagu dirilis setiap hari di Spotify. Itu berarti 22 juta lagu per tahun, dan hanya 12 not yang tersedia,” tambahnya.
Berbagai laporan dan penuntutan tersebut seolah menggaris bawahi bagaimana sulitnya hukum musik dunia untuk memilah ‘plagiarisme’ dalam sebuah lagu. Seorang musikologis dengan spesialisasi hak cipta, Dr Joe Benner, mengatakan hal tersebut memang sulit dilakukan.
“Ada begitu banyak kesamaan antara dua karya ini (Photograph dan Thinking Out Loud), sulit untuk membuktikan bahwa itu jelas-jelas penjiplakan dan saya tak terkejut mereka memiliki kesepakatan tersendiri,” tuturnya mengutip The Guardian.
“(Kasus Ed) kemungkinan besar merupakan contoh kriptomnesia - plagiarisme yang tidak disengaja - ketika Anda salah mengira memori sebagai ide baru, yang secara tidak sengaja dapat lolos dalam proses penulisan lagu,” tambahnya.
Lebih lanjut, Andrew M. Lieb, pengacara yang fokus pada praktik litigasi dan kepatuhan, mengatakan kepada Newsweek bahwa berbagai kasus Ed Sheeran tersebut merupakan masalah bagi sistem kekayaan intelektual Amerika.
“Persidangan Ed Sheeran atas klaim hak cipta Marvin Gaye adalah contoh lain bagaimana sistem kekayaan intelektual bangsa kita rusak,” tuturnya.
Ia juga mempertanyakan mengapa Amerika tidak menggunakan tes berbasis algoritma sehingga seniman tahu apakah karyanya diplagiasi oleh orang lain atau tidak.