Kamu suka pakai bahasa 'jaksel' enggak sih, Kawula Muda?
Penelitian terbaru menemukan gaya multibahasa ala ‘Jaksel’ rupanya memiliki efek positif terhadap kemampuan akademik siswa.
Di Indonesia, praktik pencampuran beberapa bahasa dalam kalimat tersebut dikenal dengan istilah ‘bahasa Jaksel’. Walaupun begitu, praktik tersebut juga dikenal sebagai ‘bahasa rujak’ di Malaysia, ‘tuti futi’ di India, hingga ‘singlish’ di Singapura.
Sebelumnya, banyak orang yang menentang penerapan praktik multibahasa tersebut karena dinilai menjadi penghambat proses pembelajaran siswa. Namun, penelitian terbaru menemukan hasil yang sangat bertolak belakang.
Penelitian tersebut mengungkap penggunaan multibahasa dapat meningkatkan prestasi akademik siswa. Kemampuan membaca dan matematika siswa dikabarkan dua hingga tiga kali lipat lebih baik dibandingkan dengan mereka yang hanya menggunakan satu bahasa.
Dikutip dari The Conversation, Rasman, Dosen pendidikan bahasa Inggris di Universitas Negeri Yogyakarta menjelaskan multibahasa berperan dalam mengaktifkan pengetahuan awal yang memberikan efek positif terhadap kemampuan penguasaan pengetahuan baru.
Hal itu dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa, serta membantu mereka menafsirkan, mengevaluasi, dan menginternalisasi informasi baru. Karena itulah, timbul motivasi dalam diri siswa untuk belajar lebih lanjut.
Kemudian, penelitian turut mengungkap kemampuan multibahasa dapat mendekatkan hubungan antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa.
Hal itu dikarenakan bahasa dan emosi memiliki hubungan yang erat. Karena itu, dengan mengetahui lebih banyak bahasa, lebih mudah juga bagi seorang siswa untuk mengekspresikan sesuatu, humor, hingga gurauan.
Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa keterampilan multibahasa mampu berefek positif terhadap kondisi emosi dan mental seseorang sehingga siswa dapat lebih percaya diri. Hal ini pun bermanfaat untuk membangun hubungan dengan guru maupun teman sebaya.