Hai Kawula Muda, sayangi hewan ya.
Beberapa waktu lalu sempat viral video penyiksaan hewan di berbagai platform media sosial. Sayangnya,ini bukan yang pertama, kasus-kasus serupa sebetulnya telah sering terjadi di Indonesia padahal pelaku seringkali telah diamankan oleh pihak yang berwenang.
Sebagai contoh, baru-baru ini beredar video tentang penyiksaan bayi monyet hingga mati di Tasikmalaya hanya demi konten.
Mirisnya, video tersebut dijual pelaku ke kelompok psikopat di luar negeri. Pelaku mampu meraup cuan Rp 300 ribu per satu video penyiksaan. Sejauh ini pelaku mengaku sudah menjual hingga 14 video.
Beberapa hari yang lalu juga beredar video seorang pria dari Bengkulu Utara memotong kucing yang sedang hamil dan memakannya. Pelaku mengunggah video membunuh dan memasak kucing hamil untuk dimakan di akun Facebook dan Instagram pribadinya pada Minggu (11/9/2022).
Sementara itu, mungkin masih segar dalam pikiran kita semua tentang kasus penjagalan kucing di Medan pada Januari 2021, kasus viral sebagai buntut dari hilangnya kucing bernama Tayo yang dimiliki seorang perempuan bernama Sonia.
Mirisnya, konten yang memang diminati oleh penonton secara global itu mendapuk Indonesia menepati nomor satu sebagai pembuat konten penyiksaan hewan ini.
Hal itu seperti yang dilaporkan oleh riset yang dilakukan oleh Asia For Animal Coalition (AFC) sejak Juli 2020 sampai Agustus 2021.
Dilaporkan bahwa Indonesia menempati peringkat pertama di dunia tentang unggahan konten penyiksaan hewan di media sosial, diikuti oleh Amerika dan Australia pada peringkat kedua dan ketiga.
Aplikasi yang banyak digunakan untuk mengunggah konten penyiksaan adalah YouTube, Facebook, dan TikTok.
AFC mengatakan, masalah penyiksaan hewan yang diunggah ke media sosial merupakan isu global, bahkan dari 5.840 video yang ada telah ditonton oleh sebanyak 5,3 juta kali lebih.
Dan yang disayangkan, di balik kerugian serta kekejaman yang dialami hewan tersebut, orang yang mengunggahnya justru meraup banyak keuntungan.
Hal senada juga disampaikan dalam laporan Digital Civility Index (DCI) Microsoft 2020, Indonesia juga menduduki peringkat pertama sebagai penyiksa hewan.
Sebetulnya, bagaimana dasar hukum bagi penyiksa hewan di Indonesia? Mengenai penyiksaan hewan sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia Pasal 302, yaitu diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan
1. Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan:
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan:
Bagaimana menurut Kawula Muda, apakah hukum untuk penyiksa hewan ini sudah cukup atau masih terlalu ringan?
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, sudah sewajarnya kita untuk menyayangi serta menjaga makhluk ciptaan lainnya. Tidak hanya hak asasi manusia yang perlu kita lindungi, tetapi juga hak asasi hewan. Setuju enggak?