Hai Kawula Muda, enggak ada alasan merendahkan orang lain karena kekurangan fisik yang dimiliki.
Ada yang menarik di kafe yang berada di daerah Fatmawati, Jakarta Selatan ini. Tempat ngopi bernama Sunyi House of Coffee and Hope ini semua baristanya adalah penyandang tuna rungu.
Datang ke kafe ini, pengunjung akan langsung dilayani dengan sigap sejak memarkir kendaraan hingga ke meja kasir. Namun, tak ada satu kata pun yang akan terucap karena mereka semua hanya menggunakan bahasa isyarat.
Mengutip dari Kompas.com, dalam siaran langsung di Instagram LocknLock bersama Sunyi Coffe, Jumat (16/10/2020), co-founder Sunyi Coffee, Almas Nizar, menjelaskan bahwa berdirinya kafe ini memang karena isu-isu terkait penyandang disabilitas.
Menurut dia, teman-teman penyandang disabilitas acap kali sulit mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menunjang kehidupan mereka. Dengan alasan itu, Sunyi Coffee ingin menjadi ruang berkreativitas bagi para penyandang disabilitas.
Almas juga mengatakan, selain teman-teman tuna rungu, sebelumnya mereka juga sempat mempekerjakan para tunadaksa (gangguan gerakan tubuh) dan celebral palsy (lumpuh otak).
Pemilihan nama Sunyi House Coffee and Hope pun ternyata punya arti tersendiri, yakni sunyi yang dimaksud bukan tanpa suara tapi sunyi diskriminasi untuk kaum disabilitas.
Dikatakan Fernaldo Garcia, sang pemilik kafe, peminat yang ingin bekerja di kafenya ada sekitar 50 orang, namun ia hanya bisa menerima 5 pegawai setelah melalui wawancara dan seleksi.
Mereka yang terpilih diberikan pelatihan meracik kopi. Di luar dugaan, mereka mampu belajar dan beradaptasi dengan sangat cepat. Hingga saat ini, hampir tak ada keluhan dari pelanggan karena racikan yang mereka buat.
Fernaldo juga mengatakan, banyak pelanggan yang juga penyandang disabilitas datang ke kafe ini. Bahkan bisa dikatakan, kafe ini menjadi tempat nongkrong para penyandang disabilitas.
Karenanya, interior dan fasilitas yang ada di kafe didesain khusus untuk pelanggan disabilitas. Seperti ruang utama kafe yang dibuat luas agar mereka dapat bergerak dengan leluasa.
Mereka juga sengaja memakai meja bundar dalam kafe untuk memudahkan pelanggan tuna rungu berkomunikasi, karena jadi mudah melihat bahasa isyarat di antara mereka.
Di depan kafe sudah disediakan guiding block untuk pelanggan tuna netra. Bahkan di dalam kafe terdapat tulisan dengan huruf braile. Namun demikian, kafe ini juga terbuka untuk pelanggan umum nondisabilitas.
Serunya lagi, bagi pengunjung yang ingin belajar bahasa isyarat, bisa datang pada pukul 13.00-15.00, mereka dengan senang hati akan mengajarkan.
Selain berjualan kopi, di masa pandemi saat ini pihak kafe juga melibatkan teman-teman tunanetra berkolaborasi membuat produk-produk home care seperti sabun batang, sabun cair, dan asbun kertas.
“Karena mereka kan biasanya bekerja sebagai terapis atau tukang pijat yang sejak pandemi ini sepi,” jelas Fernaldo.
Ia juga mengajak teman-teman lain yang sudah memiliki atau baru merintis usaha bisa menggandeng para penyandang disabilitas. Menurut Fernaldo, mereka ternyata adalah orang-orang yang kreatif dan punya semangat tinggi untuk bekerja.