Kawula Muda, kelak pas sudah jadi orang tua, ingat-ingat tentang hal ini ya.
Menjadi sosok orang tua yang galak dan tegas memang sesekali perlu diterapkan dalam pola asuh si anak yang sedang tumbuh dan berkembang. Namun hati-hati, sikap tegas dan galak yang berlebihan bisa berdampak buruk terhadap tumbuh kembang sang anak.
Kalau sudah begitu, tanpa sadar orang tua telah menerapkan toxic parenting atau jalinan hubungan yang tidak sehat antara orang tua dan si anak.
Ada beberapa kalimat yang terasa sangat familiar dan sudah dianggap lumrah untuk disebutkan orang tua, tetapi memiliki efek buruk bagi mental sang anak.
Apa saja kalimat itu?
Pada dasarnya, sang anak tidak punya pilihan untuk dilahirkan atau tidak, dibesarkan dari orang tua yang seperti apa, lahir dengan kondisi fisik seperti apa.
Semua terjadi sesuai takdir yang diatur oleh Sang Pencipta. Lahirnya sang anak ke dunia merupakan rangkaian proses yang harus dilakukan pasangan setelah melewati fase menikah, berhubungan, hingga akhirnya sang wanita mengandung dan melahirkan.
Alih-alih merasa bersyukur, kalimat di atas akan membuat si anak merasa kecil dan menyesal karena harus terlahir tanpa kehendaknya. Bukankah hadirnya anak merupakan tanggung jawab si orang tua tanpa harus menekan anak yang dilahirkan?
Melahirkan dengan bertaruh nyawa, menanggung kebutuhan hidupnya, membesarkan dengan sepenuh hati, dan menyayangi sang anak tanpa balasan setimpal merupakan tanggung jawab sekaligus risiko yang harus dilakukan pasangan yang sudah berkomitmen untuk menjadi orang tua.
Tanpa permintaan balasan, dalam semua agama berbakti dan patuh terhadap kedua orang tua itu adalah kewajiban sang anak.
Maka dari itu, hindari mengucapkan kalimat permintaan balasan kepada sang anak. Hal itu akan membuat sang anak berpikir bahwa kasih sayang yang ia terima selama ini merupakan pinjaman yang harus segera dibayar dan dikembalikan kepada orang tuanya sendiri.
Membandingkan diri sendiri dengan orang lain saja tidak boleh, apalagi membandingkan anak dengan anak orang lain? Sejatinya, setiap anak memiliki keistimewaan masing-masing. Namun, patut diingat bahwa proses yang dilalui setiap individu itu berbeda-beda.
Tidak lahir dari rahim yang sama, tidak hidup di lantai yang sama, mana bisa sama? Daripada membandingkan anak dengan anak orang lain, lebih baik fokus terhadap kelebihannya dan menyemangatinya untuk berusaha yang terbaik.
Dengan begitu, sang anak bisa tumbuh menjadi sosok yang lebih percaya diri dan mengenal arti kata dukungan dari keluarga terdekatnya.
Setiap zaman memiliki masanya sendiri. Kondisi dan situasi yang jauh berbeda tentu menjadi penyebab mengapa cara berperilaku, cara bertindak, apa yang dihadapi, dan pola hidup orang tua dan anak tidak bisa disamakan.
Yang perlu dilakukan adalah memahami perbedaan, menerima perubahan, dan mencari solusi bersama agar perubahan yang dialami oleh sang anak seiring dengan perkembangan zaman cenderung bergerak ke arah yang positif.
Diskusi adalah cara terbaik untuk keluarga dalam memutuskan sesuatu. Semakin besar, sang anak semakin mampu untuk membuat keputusan dan menentukan pilihan dalam hidupnya. Menjadi orang tua dengan gaya diktator dan otoriter bukan sama sekali solusi!
Saling berbagi pendapat akan membuat apa pun keputusan yang diambil untuk anak bisa diterima dengan baik. Sok tahu dan membatasi keinginan anak hanya akan memperpanjang masalah ke depannya.