Gen Z Lebih Percaya TikTok untuk Cari Informasi, Google akan Tamat?

Kawula Muda, menurut lo lebih enak searching di Google atau di TikTok?

Gen Z Percaya pada TikTok untuk Cari Informasi daripada Google (es.googlediscovery/RRI)
Thu, 12 Sep 2024

Perkembangan teknologi yang masif kian memudahkan manusia dalam melakukan banyak hal, Kawula Muda.

Salah satu produk teknologi digital yang (katanya) paling diandalkan oleh hampir seluruh umat manusia masa kini, adalah Google. Sayangnya, dikarenakan masifnya perkembangan teknologi juga yang kini membuat Google pelan-pelan tersaingi oleh aplikasi TikTok yang digunakan bagi 64% Gen Z sebagai alat pencari.

Eksistensi Google sebagai layanan mesin pencari atau search engine mulai tergerus oleh kehadiran TikTok, yang pada dasarnya bukanlah platform dengan fitur yang bisa dikatakan sebagai kompetitor langsung dari Google. Dalam keterangannya, TikTok mengaku sebagai, “Tempat terkemuka untuk video pendek ponsel.” yang lebih condong ke aplikasi sosial media.

Namun, survei dari Adobe yang dilakukan pada penduduk Amerika Serikat di Maret 2024 lalu, menghasilkan bahwa, sebanyak 41% pengguna TikTok menjadikan sosial media tersebut sebagai search engine.

Survei tersebut kemudian membagi pengguna yang menggunakan TikTok sebagai search engine berdasarkan kategori usia. Hasilnya, 64% Gen Z dan 49% Millennial menggunakan TikTok sebagai alat pencari harian mereka, mulai dari mencari resep, musik terbaru, tips DIY sampai rekomendasi gaya hidup.

Menurut survei ini, 1 dari 10 Gen Z lebih memilih untuk mencari hal yang dibutuhkan lewat TikTok dan sudah meninggalkan kebiasaan Googling (mencari sesuatu di Google).

Selain itu, dilansir dari Kompas, Forbes Advisor dan Talker Research melakukan survei kepada 2000 responden warga AS di bulan April 2024. Survei tersebut menunjukkan sebanyak 45% Gen Z lebih cenderung melakukan social searching lewat aplikasi sosial media termasuk TikTok sebagai pembantu menemukan apa yang mereka cari.

Fenomena social searching yang enggak menggunakan platform search engine ini jadi bikin bertanya-tanya, sebenarnya seberapa susah sih untuk mencari sesuatu di Google? Atau Google memang sudah terlalu tua untuk menarik perhatian generasi muda? Apa saja faktor yang bikin Googling makin hari enggak lagi chatty?

Sejarah Singkat Google: Mengalahkan Yahoo sebelum Dikalahkan TikTok?

Mesin pencarian Google, Bing dan Yahoo! (boostability.com)

Google adalah industri penyedia jasa dan produk internet yang didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin pada 4 September 1998, bahkan umur Google sendiri masuk ke Generasi Z, lho.

Industri perangkat lunak yang awalnya berfokus pada mesin pencarian ini secara cepat menghasilkan banyak produk internet seperti email, paket aplikasi perkantoran, media beriklan, sampai tempat penyimpanan. 

Bisa dikatakan, seluruh produk turunan dari Google berguna untuk kehidupan sehari-hari yang sangat dinamis. Google pula yang membuat kehidupan nyata dan maya seperti berada di satu irisan yang sama karena banyak keseharian orang yang bergantung padanya.

Sejak kelahirannya pada 26 tahun yang lalu, Google tentu punya banyak kompetitor dengan layanan internet serupa, seperti Bing, Yandex, Baidu, dan tentunya yang paling famous dari mereka semua yakni Yahoo!.

Meski terkenal, posisi Yahoo! enggak bisa melawan dominasi Google, hingga menjajakan dirinya ke Verizon pada 2016 lalu, juga menutup salah satu layanan pesan sosial media mereka, Yahoo Messenger pada 2018. 

Nah, fenomena ini membuat orang yang masih memiliki domain email Yahoo, dicap sebagai ‘orang tua’ dan di-bully di tongkrongan karena berpegang teguh pada email yang sangat old school di tengah gempuran email berdomain Google.

Tapi, ini semua bukan tentang Google lagi. Platform yang satu ini juga sedang krisis eksistensi karena TikTok yang mulai menginvasi.

TikTok: Aplikasi Curang yang Bakal jadi Pemenang

Ilustrasi TikTok

Hampir di tiap sudut orang yang sedang gabut dengan ponselnya pasti membuka aplikasi TikTok. Kegiatan menghibur diri kala sedang gabut ini bisa saja dibilang ‘menambah ilmu’ jika akun TikTok digunakan untuk mencari hal-hal informatif penambah pengetahuan, karena algoritmanya akan membawa pengguna pada konten informatif yang kurang lebih sama. Selain mengisi waktu dengan menonton, anggap saja lagi belajar hal baru.

Ini adalah salah satu ‘kecurangan’ awal dari TikTok. Orang dapat mengakses informasi langsung tanpa mengetik keyword seperti yang dilakukan pada platform search engine. Lalu kecurangan yang kedua, jika pengguna Google harus memasukkan keyword yang mereka cari demi menemukan jawaban, TikTok akan muncul sebagai jawaban dari apa yang pengguna cari. Tapi hal ini tidak berlaku sebaliknya, TikTok tidak akan menyarankan Google sebagai hasil dari jawaban apa yang dicari pengguna dalam aplikasinya.

Misalnya, jika kalian mencari “Resep Ayam Goreng” melalui Google, video TikTok dari chef yang sedang memasak ayam goreng dengan resep andalannya akan muncul sebagai rekomendasi video yang bisa kalian putar, lalu aplikasi pun akan beralih dari Google ke TikTok. Ada yang pernah melakukan cara ini?

Lain lagi dengan TikTok sebagai market place, di mana pengguna bisa scrolling sosial media sambil berbelanja hingga luar negeri. Untungnya fitur ini sudah diboikot dari Indonesia karena dianggap merusak pasar dan menyalahi aturan Peraturan Kementerian Perdagangan nomor 31 tahun 2023 yang mengatur bahwa media sosial tidak diperbolehkan untuk berjualan dan melakukan transaksi pembayaran.

Analisa: Kenapa Gen Z Lebih Memilih TikTok daripada Google?


Tangkapan layar ilustrasi teks warna biru berupa link di TikTok (ISTIMEWA)

Menurut Mark Shmulik, analis dari Bernstein, Gen Z tumbuh di era internet yang relatif matang dan sudah menjadi kebiasaan bagi mereka untuk to the point. Nah, TikTok hadir sebagai jawaban dari lifestyle Gen Z yang anti ribet.

Bayangkan saja, ada aplikasi yang bisa menjadi mesin pencari produk, merek, layanan, dan semuanya telah dirangkum dengan jelas dalam video singkat. 

Fitur-fitur yang disediakan oleh TikTok tampaknya cukup efektif untuk bikin orang betah scroll di aplikasi ini, terlebih pengguna dengan minat baca yang rendah.

Indonesia sendiri pernah jadi negara dengan pengguna TikTok terbanyak kedua di dunia pada April 2023 lalu, dengan 113 juta pengguna. Sebagai informasi, Indonesia jadi salah satu negara dengan tingkat literasi yang rendah.

Menurut data UNESCO, tingkat literasi masyarakat kita hanya pada angka 0,001% yang artinya dari 1000 orang hanya ada 1 yang memiliki minat literasi. Salah satu penyebabnya adalah generasi terkini lebih cenderung suka dengan konten visual daripada teks yang panjang.

Jelas dari poin-poin dasar ini saja TikTok sudah menang karena bisa menyangkut pasar, memberikan umpan pada pengguna yang malas membaca, hanya mengandalkan komentar kepo seperti “Kabarin kalau sudah biru.”

Teks berwarna biru di TikTok sendiri menandakan bahwa sudah ada video yang membahas apa yang pengguna tulis di kolom komentar, dan bisa disaksikan bersama pengguna lainnya.

Kembali pada penjelasan tentang TikTok di awal sebagai tempat terkemuka untuk video pendek ponsel, aplikasi besutan ByteDance dari China ini mempertemukan banyak pengguna--namanya juga sosial media, yang mana ada pemberi umpan dan ada si pemakan umpan.

Dalam hal ini, media dan influencer berperan sebagai pemberi umpan, bertugas mencari cuan dengan mengemas berita teks panjang menjadi video singkat, menjawab rute tempat makan siang enak di Google Maps menjadi ‘Rekomendasi Tempat Makan Hidden Gem’, sampai ke daftar harga iPhone 16 jadi konten ‘POV pake HP terbaru harga Rp20 juta!’.

Gebrakan fitur-fitur TikTok dan kreativitas para penggunanya enggak bikin Google diam. Sejauh ini perusahaan teknologi raksasa tersebut sudah banyak melakukan inovasi dari optimasi keyword, Google Search Image, dan Ask Photo untuk menjawab pertanyaan hanya dari bidikan pengguna dibantu oleh AI. Lalu ada juga kacamata Augmented Reality, kacamata si paling bisa menemukan apa saja yang pengguna mau dari mata.

Program turunan dari Google masih terus berkembang, sementara TikTok juga tak ada habisnya berkelana sampai community grassroots dengan biaya yang dikeluarkan penggunanya cenderung lebih murah. Sejauh ini, TikTok yang bermula dari sekadar aplikasi joget-joget pun sudah mengalahkan beberapa kompetitor dasarnya seperti Musical.ly dan Vine.

Lalu, apa kabar, nih, generasi yang mencari sesuatu harus buka RPUL dan RPAL dulu?

    Berita Lainnya