Semua dirancang langsung oleh Soekarno loh!
Pesona dan kharisma Soekarno selalu terpancar meskipun hanya sebatas foto atau video saja. Penampilannya yang selalu terlihat necis menjadi kesan sendiri bagi mantan Presiden Republik Indonesia ini.
Tokoh yang akrab disapa Bung Karno ini mencuri perhatian publik dengan gaya berpakaiannya. Bahkan karena gayanya yang necis ia mendapatkan julukan ‘Indonesia Dandy’ oleh profesor sejarah dari University of Michigan bernama Rudolf Mrazek, loh.
Penampilan Soekarno yang tidak pernah lepas dari tongkat komandonya serta jas putih atau pakaian bergaya militer ditambah dengan peci hitam yang menjadi ciri khas dirinya. Sebagai pengagum keindahan, tampaknya ia sangat menunjukkannya melalui penampilannya sehari-hari.
Ia pandai mempresentasikan dirinya sendiri melalui penampilan yang tidak jarang ia rancang sendiri. Ternyata ia selalu memperhatikan detail pada setiap penampilan sampai bentuk pakaian hingga keserasian warna. Menurutnya derajat seseorang dapat dilihat melalui cara mereka berpakaian.
Tidak jarang ia menambahkan kacamata hitam bentuk Rayban Aviator yang sempat tren pada zaman itu. Parfum yang ia gunakan juga memiliki aroma yang khas dari merk Shalimar, nih.
Soekarno juga pernah berbeda pendapat dengan penghulu saat akan menikah Oetari, putri dari HOS Tjokroaminoto. Soekarno bersikukuh untuk menggunakan dasi sedangkan penghulu menganggap pemakaian dasi sebagai budaya Kristen. Soekarno pun marah saat dilarang.
“Persetan, tuan-tuan semua! Saya pemberontak dan saya akan selalu memberontak. Saya tak mau didikte orang pada hari perkawinan saya,” ucapnya.
Namun, penampilan necis Soekarno hilang dalam acara bebas. Ia akan memilih tampil apa adanya dengan pakaian sederhana menggunakan pakaian dalam lama miliknya. Soekarno menyukai celana kolor putih, dan kaos oblong dengan warna yang sama berbahan katun.
Ia juga akan berjalan-jalan di sekitar istana dengan sandal atau bertelanjang kaki. Penampilan sederhana Soekarno dibeberkan oleh Bambang Widjanarko yang pernah menjadi ajudannya selama delapan tahun dalam buku Sewindu Dekat Bung Karno.