Hai Kawula Muda! Mengidolakan artis maupun seseorang sah-sah saja, asal jangan berlebihan
Manusia diciptakan memiliki akal dan perasaan. Perasaan dalam diri manusia begitu kompleks, sehingga dapat menimbulkan reaksi yang begitu beragam.
Perasaan suka, cinta dan kagum sering kali kita rasakan, baik kepada barang yang kita miliki, kepada pasangan, kepada teman atau kepada idola. Hal tersebut lumrah terjadi dalam diri manusia, akan tetapi perasaan tersebut memiliki batasan agar bisa disebut wajar.
Sementara itu perasaan untuk mengidolakan seseorang juga suatu hal yang biasa, akan tetapi bentuk kekaguman tersebut sering kali menimbulkan reaksi berlebih, bahkan bisa mengganggu kenyamanan orang lain. Fenomena mengidolakan seseorang secara berlebih ini bisa berpotensi menimbulkan Celebrity Worship Syndrome.
Celebrity Worship Syndrome digambarkan sebagai perasaan yang bersifat obsesif dan adiktif. Pada tahap ini seseorang akan merasa terlibat, berkontribusi, dan merasa memiliki hak atas detail kehidupan orang yang ia idolakan. Kendati demikian, pengidap sindrom tersebut kerap kali tidak menyadari bahwa hubungannya sebagai penggemar dengan idola merupakan hubungan parasosial (hubungan satu sisi) di mana seorang mengetahui yang lain, tetapi yang lainnya tidak.
Sindrom ini bisa menyasar kepada seseorang yang mengidolakan penulis, politikus, pebisnis, hingga tokoh masyarakat. Akan tetapi gangguan seperti ini sering kali ditemukan pada diri penggemar selebritas televisi, penyanyi, dan aktor/aktris film.
Sebagian orang tidak menyadari bahwa sikap dan tindakan yang mengatasnamakan diri sebagai penggemar sering kali terbilang kelewatan. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan mengenai faktor apa saja yang bisa membuat seseorang mengidap Celebrity Worship Syndrome.
Usia memang tidak selamanya menentukan kedewasaan berpikir, tetapi pada umumnya umur 11 tahun hingga 17 tahun lebih besar berpotensi mengidap Celebrity Worship Syndrome. Karena setelahnya seseorang akan mulai berkurang hasrat mengidolakan idolanya lantaran terlalu sibuk dengan kehidupan pribadi.
Seseorang bisa begitu fanatik mengidolakan idolanya, dan bisa merugikan orang lain, sehingga hal tersebut bisa dicap sebagai tindakan yang merepresentasikan nilai intelegensi rendah. Sementara itu seseorang yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi bisa memperhitungkan tindakannya yang berpotensi dapat merugikan citra idolanya.
Penting untuk memiliki keterampilan sosial, apalagi saat ini hidup di era digital. Seseorang dengan keterampilan sosial yang buruk melihat bahwa celebrity worship merupakan pengisi kekosongan yang terjadi dalam hubungan yang nyata.
Mengidolakan seseorang merupakan perbuatan yang baik jika tidak berlebihan, sesuatu yang wajar apabila seseorang bisa mendukung dan berkontribusi menghidupkan karya sang idola. Menjadi tidak wajar ketika seorang penggemar mulai tidak bisa membedakan kehidupan pribadi idolanya, lalu kemudian merasa berhak atas seluruh aspek kehidupan idolanya.