Tetap jaga kesehatan ya, Kawula Muda!
Baru-baru ini, para ilmuwan dari salah satu Universitas riset medis terbaik di Amerika memberikan peringatan serius tentang penggunaan e-cigarette atau vape, Kawula Muda.
Penelitian yang diterbitkan di American Journal of Preventive Medicine ini menyebutkan bahwa sering menggunakan vape bisa meningkatkan risiko seseorang untuk terkena prediabetes yang bisa dibilang sebagai tahap awal dari diabetes tipe 2.
Shyam Biswal, profesor kesehatan lingkungan di Universitas Johns Hopkins, yang memimpin penelitian ini, mengatakan bahwa hasil studi mereka menunjukkan ada hubungan yang jelas antara penggunaan e-cigarette dan risiko prediabetes.
Dia juga menekankan bahwa, dengan meningkatnya penggunaan vape dan jumlah penderita prediabetes dalam beberapa tahun terakhir, penemuan ini sangat penting untuk memahami dampaknya terhadap kesehatan.
Dari penelitian ini, ditemukan bahwa orang yang menggunakan vape memiliki peluang 22% lebih besar untuk mengalami prediabetes dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah menggunakan vape.
Sementara itu, perokok rokok tradisional memiliki kemungkinan 40% lebih tinggi untuk mengalami kondisi yang sama.
Meski prediabetes masih bisa sembuh, kondisi ini merupakan pintu masuk menuju diabetes tipe 2 yang bisa menyebabkan masalah kesehatan parah seperti penyakit jantung, stroke, bahkan gagal ginjal.
Penelitian ini sendiri dilakukan dengan menganalisis data kesehatan lebih dari 600.000 orang di seluruh Amerika Serikat, dengan lebih dari 9% di antaranya adalah pengguna e-cigarette yang melaporkan diri mereka terkena prediabetes.
Biswal juga menambahkan bahwa, seperti halnya rokok tradisional, nikotin dalam e-cigarette dapat memengaruhi kerja insulin dalam tubuh, yang pada gilirannya bisa meningkatkan gula darah.
Selain itu, orang yang menggunakan vape ternyata juga memiliki masalah kesehatan mental dan fisik yang lebih buruk dibandingkan mereka yang tidak merokok.
Nikotin, yang ada dalam kedua jenis rokok, baik e-cigarette maupun rokok tradisional memang dikenal bisa meningkatkan kadar gula darah.
Itu sebabnya prediabetes ini harus diperhatikan, karena meski bisa dipulihkan, kondisi ini sering berujung pada diabetes tipe 2 yang membawa banyak risiko kesehatan lainnya.
Temuan ini cukup mengejutkan, mengingat e-cigarette yang sering hadir dengan berbagai rasa unik (seperti teh hijau atau stroberi kiwi) ini sering dipromosikan sebagai alternatif yang lebih aman dibandingkan rokok biasa.
Bahkan, beberapa pejabat kesehatan di Inggris menyebutnya sebagai pilihan yang lebih sehat.
Baru-baru ini, bahkan FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan AS) menyetujui sebuah e-cigarette yang diklaim dapat membantu perokok untuk mengurangi konsumsi rokok tradisional.
Biswal terkejut dengan temuan yang mengungkap adanya kaitan antara prediabetes dan e-cigarette.
Menurutnya, temuan ini mengejutkan karena e-cigarette sering dianggap sebagai alternatif yang lebih aman, namun kenyataannya tidak demikian.
Temuan ini menjadi semakin mengkhawatirkan karena penggunaan e-cigarette dan prevalensi prediabetes terus meningkat sejak 2012.
Para ilmuwan kemudian mendesak pemerintah untuk lebih ketat dalam mengatur peredaran e-cigarette.
Biswal juga menekankan bahwa upaya menghentikan merokok tradisional telah berhasil menurunkan angka perokok, dan menurutnya, kini saatnya meningkatkan upaya untuk menghentikan penggunaan e-cigarette.
Di sisi lain, ada kemenangan bagi kelompok anti-vape di bulan Juni lalu, saat perusahaan e-cigarette besar, Juul Labs, setuju untuk membayar $40 juta kepada negara bagian North Carolina untuk menyelesaikan gugatan yang menuduh mereka memasarkan produk vape kepada anak-anak muda.
Di New York City, walikota Bill de Blasio juga menandatangani undang-undang yang melarang penjualan produk vape berperisa di seluruh kota pada 2019.
Namun, nggak semua orang setuju dengan langkah-langkah tersebut. Beberapa pendukung vape merasa bahwa larangan terhadap e-cigarette justru menyebabkan orang kembali ke rokok tradisional, yang sudah lama dianggap lebih berbahaya.
Jadi, meskipun larangan ini bertujuan untuk melindungi kesehatan, dampaknya mungkin nggak selalu sesuai harapan.