Lo mau cosplay jadi apa nih, Kawula Muda?
Universitas Kyoto di Jepang mengizinkan para mahasiswanya untuk melakukan ‘cosplay’ saat wisuda. Tradisi tersebut rupanya telah dilakukan secara turun-menurun sejak lama, Kawula Muda!
Adapun tradisi tersebut diunggah oleh akun Facebook Dwarf Mamba pada Sabtu (21/01/2023). “Universitas Kyoto mengizinkan mahasiswa memakai apapun yang mereka inginkan untuk upacara kelulusan,” tulisnya pada bagian caption.
Hal ini pun sangat berbanding terbalik dengan proses wisuda di berbagai universitas di Indonesia yang terkesan kaku dan formal. Bak pesta cosplay, muncul berbagai mahasiswa dengan kreativitas mereka untuk berdandan saat wisuda.
Kepada media, direktur komunikasi global Universitas Kyoto, David Hajime Kornhauser, mengatakan tradisi tersebut merupakan bentuk sikap ‘anti-otoriter’.
"Saya tidak memakai jubah saat wisuda di Amerika. Jadi bagi saya, itu hal wajar sebenarnya. Dan dengan kata lain, itu semacam preferensi pribadi, apakah orang ingin menjadi semacam tradisional atau hanya melakukan sesuatu untuk mengekspresikan diri mereka," tuturnya.
Mengutip koleksi foto yang diunggah akun Facebook tersebut, terlihat ada mahasiswa yang mengenakan topeng hijau, menjadi alien, menjadi pengantin lengkap dengan foto sang pasangan, hingga menjadi kucing pada anime Chi's Sweet Home.
Hal yang sama pun dilakukan oleh Universitas Kanazawa, Jepang. Para mahasiswa diperbolehkan mengenakan kostum apapun yang mereka inginkan saat upacara kelulusan kampus tersebut.
Menurut para mahasiswa di jurusan seni universitas tersebut, kebijakan kampus tersebut merupakan ‘tantangan’ yang mengasyikkan. Mengutip pelaporan Liputan6, para mahasiswa terlihat membawa biola, menjadi tokoh kartun, hingga ada pula yang cosplay menjadi binatang.
Sama seperti Universitas Kyoto, Universitas Seni Kanazawa tersebut juga tidak membatasi dress code pada acara wisuda.
Walau begitu, kebanyakan mahasiswa tetap memakai pakaian tradisional, Kawula Muda! Hanya 10 persen mahasiswa yang berpakaian nyentrik dan unik pada saat upacara tersebut.
"Jadi sepertinya ada banyak orang melakukannya, tapi sebenarnya, menurut saya, mungkin hanya orang-orang yang berada di depan, lalu sebagian besar lulusan kurang lebih (memakai pakaian) tradisional," imbuh David.