Hai Kawula Muda, maju terus perfilman Indonesia!
Film karya anak negeri berjudul Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, berhasil mengharumkan nama Indonesia di mata dunia dengan meraih Golden Leopard, penghargaan tertinggi kompetisi internasional (Concorso Internazionale) di Locarno International Film Festival 2021.
Film yang versi internasionalnya berjudul Vengeance Is Mine, All Others Pay Cash tersebut mengunguli sejumlah film lain dari berbagai negara. Salah satunya adalah Zeros and Ones garapan aktor Ethan Hawke.
Dalam sebuah wawancara pada Sabtu (14/8/2021), Edwin, sang sutradara mengatakan, “Penghargaan Golden Leopard ini adalah kemenangan untuk cinta kita semua terhadap segala pengalaman sinema yang sudah pernah kita alami, juga untuk segala cita-cita, harapan kita semua atas bentuk-bentuk sinema yang akan datang, yang liar belum tertebak mau ke mana arahnya.”
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas diadaptasi dari novel Eka Kurniawan ini dibintangi oleh Marthino Lio (berperan sebagai Ajo Kawil), Laudya Cheryl (Iteung), Reza Rahadian (Budi Baik), Ratu Felisha (Jelita), dan Sal Priadi (Tokek).
Film yang diputar empat kali di Locarno International Film Festival 2021 tersebut berkisah tentang perjalanan hidup Ajo Kawir, seorang jagoan yang tidak takut mati. Hasratnya yang besar untuk bertarung didorong oleh rahasia yang ia pendam.
Hingga suatu ketika, ia harus berhadapan dengan seorang petarung perempuan tangguh berama Iteung, Ajo dibuat babak beluk, jungkir balik, hingga ia jatuh cinta.
Pencapaian ini menjadikan Edwin sebagai orang Indonesia pertama yang memenangi Golden Leopard, penghargaan yang sebelumnya pernah dimenangkan oleh sutradara top dunia seperti Stanley Kubrick, Mike Leigh, Jafar Panahi, dan Jim Jarmusch.
Film ini juga menjadi film panjang pertama Indonesia yang memenangkan hadiah utama di festival bergengsi di Eropa dalam lima tahun terakhir.
Lewat kemenangan ini, Edwin berharap film-film Asia Tenggara bisa dipenuhi dengan keberagaman rasa, lantang menyenandungkan dan meneriakkan perlawanan terhadap segala sesuatu yang meniadakan kemanusiaan.
Sang produser, Meiske Taurisia mengatakan, situasi pandemi ini mengajarkan untuk selalu punya harapan walau terjebak dalam sistem yang terpuruk.
Dia mengatakan, penghargaan Golden Leopard ini menjadi bukti nyata bahwa film Indonesia berdaya saing secara ide, kreatif, dan artistic di sirkuit film dunia.
Menurut Meiske, kompetisi ini jarang sekali dipahami di dalam negeri, karena ruang pemutaran yang terbatas sehingga sulit diakses penonton film Indonesia.
Ia juga mengatakan, meraih hadiah utama merupakan pencapaian besar untuk Indonesia. Kontingen kebudayaan lewat film berhasil membawa pulang piala emas Golden Leopard.
Namun di samping kegembiraan, ia juga merasa sedih mengingat kebudayaan (kesenian) tidak pernah diakui keberhasilannya dibandingkan dengan kontingen olahraga.